Selasa, 29 Maret 2011

Guru Batik dari Cirebon Indonesia...

Komarudin Kudiya 
 
 
Ia ibarat guru bagi siapa saja yang ingin belajar memulai usaha batik. Di sisi lain, batik dianggap sebagai media yang tepat membentuk identitas budaya, di samping membuka lapangan kerja baru.
Salah satu tempat untuk belajar membatik bagi mereka yang tidak memiliki tradisi pembuatan batik adalah Galeri Batik Komar Bandung milik Komarudin Kudiya (43). Kalangan masyarakat atau pemerintah daerah belajar selama tiga minggu di galeri batik milik Komarudin di Cigadung, Kota Bandung, Jawa Barat. Materinya mulai dari membuat desain, alat-alat membatik seperti cap tembaga, proses pembuatan batik cap dan batik tulis, hingga proses penjualan batik.
Bukan hanya dari Jawa, siswa antara lain berasal dari Banda Aceh, Deli Serdang, Pekanbaru, Jambi, Solok, Polewali Mandar, Lombok, Flores, hingga Jayapura. Selain membantu menciptakan beragam motif baru, ia juga diminta menghidupkan lagi motif batik yang dianggap punah.
Rekonstruksi teranyar adalah sembilan motif batik pajajaran dari Kabupaten Bandung dan empat motif dari Kabupaten Ciamis. Komar mengatakan, total motif batik pajajaran yang terdata sebanyak 37 motif, tetapi baru sembilan yang dikembangkan. Motif yang sudah dikembangkan antara lain ragen panganten, banyak ngantrang, hihinggulan rama, hihinggulan resi, hihinggulan ratu binokasih, hihinggulan nanoman, gaganjaran, dan kembang wijayakusuma.
Komar menjelaskan, motif bergambar tumbuhan dan hewan itu amat lekat dengan upacara adat dan kehidupan masyarakat Kerajaan Pajajaran. Motif ragen panganten, misalnya, digunakan dalam pernikahan Prabu Siliwangi dengan Ratu Ambet Kasih.
"Menjaga eksistensi batik bukan sekadar mengambil keuntungan dari pembuatan batik. Perajin batik juga harus bertanggung jawab menjaga batik sebagai identitas dan bagian budaya masyarakat Indonesia," ujar Komar.
Panggilan hati
Perannya sebagai "kamus batik" berjalan tidak datang begitu saja. Meski lahir dari keluarga perajin batik trusmi di Cirebon, ia sempat dilarang mendalami batik oleh orangtuanya. Alasannya, usaha batik tahun 1997— saat itu—sedang terpuruk dan seperti tidak punya masa depan. Banyak perajin batik di Cirebon merugi karena sepi transaksi. Namun, hanya dengan tekad ingin memajukan batik, ia nekat meninggalkan pekerjaan di bidang manajemen informasi dan teknologi di Jakarta.
"Panggilan membesarkan batik tidak bisa saya tolak. Mungkin karena sejak lahir di antara timbunan kain-kain batik dan bahan-bahan batik," katanya.
Sebagai pengusaha pemula, jalanan Jakarta mulai ia telusuri, dari Tebet hingga Pasar Tanah Abang. Dengan modal pinjaman dari pihak keluarga, ia tawarkan batik buatan keluarganya ke galeri batik dan toko busana. Pesanan tidak dilunasi, penipuan, dan sepinya order kerap ia alami. Namun, dalam keprihatinannya, ia selalu yakin batik pasti bisa menjadi tuan di rumahnya sendiri.
Titik terang ia dapatkan setelah menjuarai Lomba Cipta Selendang Batik Internasional di Yogyakarta tahun 1997. Faktor penentu kemenangannya adalah pembuatan model dan motif batik yang terbilang revolusioner karena menggunakan fasilitas komputer.
Hasilnya, dianggap lebih rapi, cepat, dan mampu menciptakan banyak desain baru. Dia pun lantas berpikir, inovasinya pasti akan membawa angin segar bila digarap serius.
"Perkiraan saya tidak meleset. Pembuatan model dan motif memakai komputer membuat pekerjaan lebih singkat sehingga memuaskan pelanggan. Pelanggan pun bertambah banyak," ujar Komar.
Dia pun sukses menggelar pameran batik di Malaysia, Jerman, dan Jepang. Sukses penambahan pelanggan memacunya untuk terus belajar. Ia memilih langsung terjun bersama istrinya untuk mengelola keuangan dan bahan baku. Ia mengaku tidak ingin aji mumpung saat menjalankan usaha.
"Strategi pasar yang selalu saya tempuh adalah rajin menjalin komunikasi dengan pelanggan. Dengan mengenal lebih dekat karakteristik pelanggan, saya bisa menawarkan produk yang sesuai dengan selera mereka," ujarnya.
Tidak sekadar belajar secara otodidak, Komar melengkapi dirinya dengan pengetahuan ilmiah lewat Program Strata 2 Magister Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung. Ia yakin, penambahan literatur akan membantunya menciptakan inovasi baru.
Hasilnya adalah kreasi baru pembuatan kain batik menggunakan kombinasi kain sutra dan serat bambu dengan variasi tenun songket. Ia juga menerapkan sistem registrasi, dokumentasi di setiap produk batik buatannya.
"Tujuannya, menjaga hak cipta, keaslian produk batik, dan daya jual batik," ujar Komar.
Dia pernah mencatatkan namanya dalam Museum Rekor Indonesia dan Guinness World Records setelah mendesain dan memproduksi batik sepanjang 446,6 meter dengan 402 motif dan 112 kombinasi warna, tahun 2005. Lewat pendekatan dan usaha kreatifnya, usahanya pun meroket. Dari berjualan keliling hingga mengontrak di berbagai tempat, kini Komar punya ruang pamer batik dan satu pusat pembuatan batik di Bandung.
Kini, ia mempekerjakan 200 orang di pusat pembuatan batik miliknya. Tenaga kerja itu mampu menghasilkan ratusan helai dengan omzet puluhan juta per bulan.
"Akan tetapi, kebanggaan bukan sekadar mendapatkan penghasilan ekonomi. Hati ini sangat bangga saat bisa menularkan kemampuan pembuatan batik kepada mereka yang sebelumnya buta tentang batik. Total, saya pernah melatih lebih dari 1.000 orang," katanya bangga.
Komar tidak ingin sendirian di jalur pengembangan batik yang tepat. Ia berharap semakin banyak perajin dan pengusaha batik yang mampu mengembangkan sayap usahanya. Dengan dukungan pemerintah, akan semakin banyak perajin dan pengusaha batik yang sejahtera dan membuat eksistensi produksi batik tetap terjaga.
"Jangan pernah puas dengan apa yang sudah didapatkan. Apa pun usahanya, dengan terus berimprovisasi pasti akan menghasilkan banyak hal baru," kata Komar.
Komarudin Kudiya
  • • Lahir: Cirebon, 28 Maret 1968
  • • Istri: Nuryanti Widya (31)
  • • Anak: - Putri Urfany Nadhiroh (18) - Nauval Mirrah Makareem (15) - Sekar Triagnia Hasya (9) - Revan Afqon Makareem (7)
  • • Pendidikan: - Diploma III Administrasi Negara Logistik Universitas Padjadjaran (1992) - Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unpad (2000) - Magister Strata 2 Jurusan Desain Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB (2003)
  • • Pengalaman: - Pendiri Paguyuban Sutra Parahyangan - Pendiri Induk Koperasi Sutra Alam Parahyangan - Pengurus Masyarakat Persutraan Alam Indonesia - Pengurus Yayasan Batik Indonesia - Ketua Harian Yayasan Batik Jawa Barat.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar