Sabtu, 17 September 2011

Sekolah gratis untuk anak nelayan miskin

Dua Anak nelayan sedang mengumpulkan ikan yg telah di jemur

Kementerian Kelautan dan Perikanan mulai 2011 ini menyekolahkan secara gratis anak-anak nelayan miskin dari Sulawesi Tengah untuk menjadi nelayan trampil dan wirausahawan mandiri sektor kelautan dan perikanan di daerah masing-masing.

"Untuk tahap pertama ini, Sulteng mendapat alokasi untuk 10 orang anak, namun tahun depan akan bertambah lagi dengan memanfaatkan dana APBD," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng Hasanuddin Atjo.

Menurut dia, jatah sekolah gratis bagi anak nelayan miskin tersebut disebar ke Kabupaten Parigi Moutong, Morowali, Tolitoli, Tojo Una Una dan Banggai yang selama ini menjadi daerah andalan dalam hal peningkatan produksi perikanan.

Anak-anak yang direkrut adalah lulusan sekolah menengah pertama (SMP) dan mereka akan mengikuti pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kelautan dan Perikanan di Bone, Sulawesi Selatan yang dikelola langsung oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Mereka akan mengikuti pendidikan di SMK KP Bone itu selama tiga tahun. Soal jurusan, mereka dapat memilih sendiri sesuai minat dan bakat mereka.

"Yang jelas, setelah lulus nanti, mereka diharapkan menjadi trampil dan diharapkan menjadi wirausahawan baru bidang kelautan dan perikanan di desa masing-masing," ujarnya.

Selama pendidikan, para siswa tersebut akan menerima bantuan dan fasilitas berupa asrama, pakaian sekolah, buku-buku dan perlengkapan sekolah lainnya hingga tamat.

Program ini untuk mendukung peningkatan produksi perikanan di Sulteng yang diproyeksikan mencapai sekitar 29 persen pertahun guna memberi kontribusi signifikan pada visi Kementerian KP yang akan menjadikan Indonesia sebagai produsen hasil perikanan terbesar di dunia pada 2015. 

Sembilan siswa SD dipukul dan dijepit hidung

Ilustrasi Anak SD sedang di hukum

Gawat betul pendidikan kita ini, kekerasan disuguhkan sejak usia dini justru oleh gurunya. Sembilan siswa SD Negeri 023896, kota Binjai Sumatera Utara, dipukul dan dijepit hidungnya, hanya karena mereka tidak bisa menghapal 33 provinsi yang ada di Indonesia.

"Kami dipukul dan hidung kami dijepit oleh guru, karena tidak bisa menghapal 33 provinsi di Indonesia ini," kata salah seorang siswa, Riyan, di Binjai, Jum'at.

Akibatnya para orang tua siswapun datang ke sekolah, memprotes perlakukan guru berinitai Er, sekaligus meminta pertanggung jawaban kepala sekolah, atas perlakukan guru yang kasar tersebut kepada anak mereka.

"Tidak hanya menjepit hidung para siswa, sang guru juga memukul, tangan dan kaki siswa, dengan penggaris dari kayu," kata Riyan.

Dikatakan Riyan, bahwa pristiwa ini berawal, Kamis (15/9), saat sang guru berinitial Er, yang merupakan guru kelas enam SD 023896 itu, menyuruh satu persatu siswa, mengucap nama-nama provinsi di Indonesia.

"Kamipun lalu maju ke depan satu persatu, menyebut nama provinsi, namun tepat kepada giliran kami yang sembilan orang, kami tidak bisa menyebutkannya. Kami dipukul dan dijepit hidung," katanya.

Karena tak dapat menghapal provinsi yang ada di Indonesia, kesembilan siswa lalu dihukum lalu dihukum, termasuk Riyan.

Tidak terima perlakukan sang guru, para orang tua yang tidak terima anaknya dipukul dan hidungnya dijepit, ramai-ramai mendatangi pihak sekolah.

Akhirnya kepala sekolahpun berinisiati untu melakukan perdamaian dengan orang tua siswa yang dikenakan hukuman oleh sang guru.

"Kami melakukan perdamaian, dan segala perobatan terhadap para siswa ditanggung," kata Aslamiyah Hasibuan, salah seorang guru yang mengajar di sekolah tersebut.

Mudah-mudahan masalahnya sudah selesai, dan tidak ada lagi hal yang harus diperuncing, karena sudah melakukan perdamaian, katanya.

Sementara itu oknum guru pemukul berinitial Er, ketika perdamaian dilakukan tidak berada ditempat, ketika perdamaian itu dilaksanakan.

Habitat orangutan terancam aktivitas pertambangan

Orang Utan

Aktivitas perkebunan dan pertambangan yang terjadi di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat mengakibatkan semakin menyusutnya habitat dan populasi orangutan setiap tahun.

"Untuk di Ketapang sendiri saat ini sudah ada 90 ijin perusahaan perkebunan yang dikeluarkan pemkab setempat, sementara untuk pertambangan ada sebanyak 147 ijin," kata anggota Yayasan Palung, Tito P Indrawan.

Jika setiap perusahaan perkebunan memiliki ijin lahan masing-masing seluas 16 ribu hektare, lanjutnya, maka bisa dikalikan dengan jumlah perkebunan yang ada. Belum lagi lahan yang digunakan oleh perusahaan pertambangan.

"Berdasarkan hal tersebut, bisa dibayangkan, berapa kerusakan populasi orangutan yang akan terjadi, jika setiap investor dan persuahaan tidak mempertimbangkan aspek lingkungan dan membuat area konservasi untuk orangutan itu," tuturnya.

Ia menambahkan sekarang sebagian besar populasi orangutan yang ada di Kalbar dan Ketapang pada khususnya sudah berpindah dari tengah hutan ke pinggiran hutan.

Dengan demikian, terjadi perebutan lahan antara orangutan dan manusia yang menyebabkan populasi orangutan semakin terancam.

"Kita memang tidak bisa menghitung populasi orangutan yang ada di Ketapang dan seberapa besar proses perpindahan mereka, namun pada tahun 2006 lalu kita mendapatkan sendiri enam orangutan yang berada di pinggiran sungai. Bahkan, di tahun yang sama berdasarkan informasi dari masyarakat ada belasan orangutan yang masuk dalam pemukiman masyarakat dan kemudian masyarakat menangkapnya, lalu diserahkan kepada kami," katanya.

Desa Sidoarjo pertahankan monyet ekor panjang

Monyet Ekor Panjang
 
Pemerintah Desa Sidoharjo, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, bertekad mempertahankan keberadaan monyet ekor panjang di wilayah tersebut.

Kepala Desa Sidoharjo Budi Hutomo Putro di Samigaluh, Jumat, mengatakan bahwa untuk mempertahankan kera ekor panjang dibutuhkan fasilitas bangunan bendungan yang memiliki multifungsi di wilayah Sidoarjo.

"Kami merencanakan di sekitar bendungan dijadikan habitat monyet ekor panjang dengan ditanami tanaman penghijauan dan buah-buahan. Selain menjadi habitat monyet ekor panjang, bendungan tersebut dapat sebagai sarana penyediaan air baku, air irigasi pertanian, budi daya ikan air tawar dan objek wisata," katanya.

Menurut dia, lereng perbukitan di Desa Sidoharjo terdapat dua sungai kecil yang oleh warga setempat biasa disebut Kali Tarung dan Kali Ceples. Aliran air kedua kali tersebut sepanjang tahun tidak pernah kering.

"Pada pertemuan dua kali tersebut memungkinkan dibangun bendungan. Warga tidak keberatan di sana dibangun bendungan karena di sekitar kali atau sungai tersebut merupakan tanah kas desa," katanya.

Ia mengatakan, Desa Sidoarjo baru mendapat bibit tanaman buah-buahan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DIY yang meliputi bibit tanaman pete, manggis, durian, jambu biji dan bibit tanaman gayam.

"Setelah tanaman berproduksi diharapkan dapat menjadi makanan monyet ekor panjang sehingga mengurangi kerusakan tanaman pertanian milik warga," katanya.

Kata dia, monyet ekor panjang di Desa Sidoarjo menyebar di 15 wilayah pedukuhan. Sejak zaman dulu di wilayah itu sudah ada monyet dan habitatnya berada di permukiman penduduk.

Masyarakat Sidoarjo, kata dia, mengharapkan monyet itu tidak dimusnahkan karena dapat menjadi salah satu aset wisata yang menarik. Jalan keluar yang perlu dilakukan agar tidak terjadi gangguan adalah mengendalikan populasi, menjinakkan dan melokalisasi habitat monyet.

"Bangunan bendungan dan penanaman buah-buahan di sekitar bendungan bisa menjadi tempat tinggal monyet. Lokasi tersebut dapat menjadi objek wisata menarik dan gangguan monyet di permukiman penduduk dapat dikurangi," katanya.

Hutan gundul, macan tutul turun gunung

macan tutul jawa (Phantera pardus melas/java leopard)

Macan tutul (Panthera pardus) yang keluar dari habitatnya masuk ke perkampungan penduduk sekitar hutan Gunung Cikuray, Kabupaten Garut, Jawa Barat, diduga karena hutan sebagai habitatnya telah rusak.

"Kerusakan hutan memicu hal itu, seperti yang terjadi Rabu (14/9). Kemarin tengah malam warga Cilawu menangkap macan," kata Pemilik Taman Satwa Cikembulan, Rudy Arifin, saat dihubungi melalui telepon selulernya, Jumat.

Gunung Cikuray yang diprediksi habitat macan tutul, menurut Rudy karena tidak ada makanan di hutan tersebut akhirnya macan mencari makan diluar kawasan hutan.

Hal lain yang memicu adalah perburuan hewan mangsa macan tutul.

"Berkurangnya populasi hewan di hutan karena diburu, serta maraknya penebangan hutan menjadi penyebab turunnya macan dari gunung," katanya.

Ia menjelaskan macan tutul memiliki karakter pemalu dan takut terhadap manusia dan tidak akan keluar dari habitatnya apabila masih menemukan makanan hewan buruannya seperti babi hutan atau monyet.

"Sebenarnya kalau tidak lapar macan itu tidak akan keluar dari habitatnya apalagi mendekati kawasan manusia, tapi karena memang lapar terpaksa keluar dari habitatnya," katanya.

Sementara itu macan tutul betina jenis Panthera Pardus ditangkap warga di sekitar Kampung Cipari, Desa Sukamurni, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut berusia satu tahun dengan berat sekitar 30-40 kg.

Macan tersebut langsung diamankan kemudian dititipkan di taman Satwa Cikumbulan oleh Badan Konservasi Sumber Daya Alam wilayah 5 Garut, Jawa Barat untuk dipelihara.

Pusat Konservasi Primata Jawa Diresmikan

Suasana di pintu memasuki Pusat Penyelamatan Primata Jawa di Ciwidey, Kabupaten Bandung, Selasa (13/9/2011)

Pusat Konservasi Primata Jawa yang berdiri di atas lahan seluas 12 hektar di jalur wisata Ciwidey, Bandung, Jawa Barat, diresmikan, Selasa (13/9/2011).  Peresmian dilakukan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Darori.

Kawasan tersebut sebelumnya termasuk lahan PHBM milik Perhutani dengan komoditas tanaman kopi. Kini lahannya dipakai untuk menampung enam set kandang luar dan dalam untuk primata yang dipersiapkan untuk lepas liar.

Menurut Darori, fasilitas ini diharapkan dapat membantu program pemerintah dalam melindungi satwa nyaris punah yang kian menurun populasinya akibat perburuan manusia atau berkurangnya kawasan hutan. Fasilitas tersebut dibangun dengan kerja sama Aspinall Foundation yang bermarkas di Inggris.

Saat ini terdapat enam ekor owa jawa dan empat ekor lutung yang sedang dikonservasi. Kebanyakan merupakan hasil sitaan dari masyarakat. ”Lebih baik masyarakat menyerahkannya secara sukarela daripada nanti dipidana dengan ancaman penjara sepuluh tahun karena menyimpan hewan yang dilindungi,” kata Darori.