Sabtu, 16 April 2011

159 Tahun Jadi Bagian "Surga"

Kebun Raya Cibodas 


"If paradise still exists on earth, then Cibodas must have been part of it! Andai saja surga masih ada di muka bumi, Cibodas pastilah bagian dari surga itu."
Demikian diucapkan Kepala Unit Pelaksana Teknis Kebun Raya Cibodas Didik Widyatmoko dalam sambutan memperingati Hari Ulang Tahun Ke-159 Kebun Raya Cibodas, Senin (11/4/2011).
Kalimat puitis itu dicuplik Didik dari ungkapan ilmuwan Belanda, Frits Warmolt Went (1903-1990). Ia pernah singgah dan meriset tumbuhan di Kebun Raya Cibodas.
Went kemudian dikenal dunia sebagai penemu auksin, hormon yang sangat penting dalam mengatur pertumbuhan tanaman.
Auksin terdapat pada sel ujung batang, akar, dan pembentukan bunga. Auksin mengatur pembesaran sel. Bagian-bagian tumbuhan yang mengandung auksin ini tumbuh bertambah panjang dan besar.
Ungkapan Went yang menyatakan Cibodas bagian dari surga di muka bumi, bisa saja untuk menyiratkan indahnya pemandangan di kebun raya yang terletak di kaki Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat. Kebun raya ini didirikan pada 11 April 1852 oleh Johannes Ellias Teijsmann.
Pada zamannya, Teijsmann adalah kurator Kebun Raya Bogor. Kebun Raya Cibodas semula diberi nama Bergtuin te Tjibodas (Kebun Pegunungan Cibodas).
Tidak sekadar surga karena keindahannya, Kebun Raya Cibodas adalah surga bagi para ilmuwan untuk menguak pengetahuan dari berbagai fenomena tumbuh-tumbuhan di alam.
"Dari sini hasil publikasi internasional hasil riset mikoriza pertama kali dilakukan," ujar Didik.
Mikoriza adalah jamur di dalam tanah yang mampu menginfeksi akar berbagai tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan.
Anehnya, akar yang terinfeksi bukannya meradang, tetapi malah makin memiliki kemampuan mengikat unsur hara seperti fosfat.
Menurut Didik, publikasi ilmiah mikoriza ditulis JM Janse dari Belanda pada periode tahun 1890-1897. Usia Kebun Raya Cibodas waktu itu beranjak dari 38 tahun.
Ada dua publikasi ilmiah mengenai mikoriza. Pada masa itu belum diperkenalkan dengan istilah mikoriza, tetapi sebagai endofita atau truffe (jamur kecil).
Kedua judul publikasi itu Les Endophytes Radicauz de Quelques Plantes Javanaises (Endofita Akar dari Beberapa Tumbuhan Jawa) dan Quelques Mots sur le Development d'une petite truffe (Beberapa Catatan tentang Pengembangan dari Jamur Truffe kecil).
"Karya Janse itu menggugah penelitian fenomena mikoriza lebih lanjut di dunia," kata Didik.
"Quo vadis"
Pengetahuan yang terkandung di Kebun Raya Cibodas mampu mengguncang dunia. Didik menuturkan, kebun raya ini menjadi kiblat kegiatan introduksi dan domestifikasi tumbuhan pada masa kolonial Hindia Belanda.
"Peran ini justru melemah ketika Kebun Raya Cibodas dikelola bangsa sendiri. Quo vadis (hendak ke manakah) Kebun Raya Cibodas," kata Didik.
Kebun Raya Cibodas dirancang menjadi lokasi penyesuaian iklim tanaman produktif yang didatangkan dari wilayah negara lain. Yang paling terkenal adalah introduksi dan domestifikasi pohon kina (Cinchona calisaya).
Di bawah naungan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Kebun Raya Cibodas berupaya memberikan kontribusi. Kepala LIPI Lukman Hakim menyebutkan, pada peringatan 159 tahun Kebun Raya Cibodas diluncurkan produk inulin hasil isolasi dari umbi dahlia.
"Produk inulin adalah bahan prebiotik hasil kerja sama Kebun Raya Cibodas dengan Pusat penelitian Kimia LIPI di Bandung," kata Lukman.
Di tengah melemahnya peran introduksi dan domestifikasi saat ini, Didik mengatakan, masih patut untuk membanggakan Kebun Raya Cibodas. Koleksi 235 jenis lumut di Taman Lumut Kebun Raya Cibodas yang dipertahankan di luar ruang lebih menarik dibanding taman lumut di Jerman dan Singapura yang berada di dalam ruang.
"Sebanyak 395 pohon sakura yang didatangkan dari Himalaya juga mampu tumbuh dengan baik," kata Didik.
Menurut Didik, nilai penting sebenarnya tidak hanya dari koleksi tanaman. Namun, pada hasil-hasil riset di masa Hindia Belanda, seperti karya Janse atau Went. Saat ini masih banyak ilmu yang bisa diungkap dari koleksi kebun raya itu..

Sumber : Kompas.com

Komodo Wajib Dilindungi

Sukedi Saleh dan pegiat komodo, Zeby Febrina memberi makan komodo di Kebun Binatang Ragunan, Minggu (28/11/2010).


Komodo, sebagai salah satu satwa langka di Indonesia, butuh perlindungan agar tidak punah. Oleh karena itu, pada Mei 2011 akan diresmikan Komodo Indonesiaku Foundation yang bertujuan untuk menjaga habitat komodo sekaligus memperkenalkan komodo ke masyarakat.
"Rencananya di Pulau Komodo acaranya. Di sana akan ada workshop dan juga lomba foto. Dijadwalkan akan hadir juga Putra Sastrawan yang merupakan master komodo," tutur aktivis komodo, Zeby Febrina kepada Kompas.com di Plaza Kementerian Pemuda dan Olahraga, Senayan, Jumat (15/4/2011).
Ide Komodo Indonesiaku Foundation ini berawal dari permintaan para pemandu wisata yang kerap kesulitan memberikan informasi kepada turis mengenai komodo. Untuk menyeragamkan informasi, dihadirkan Putra Sastrawan guna berbagi ilmu sekaligus memberi penjelasan tentang komodo.
Peluncuran Komodo Indonesiaku Foundation ini akan dilaksanakan pada 25-29 Mei 2011 di Pulau Komodo. Nantinya akan ada workshop dan lomba foto yang boleh diikuti oleh jurnalis dan umum. Hanya 20 peserta lolos seleksi lomba yang berhak ikut ke Pulau Komodo, yakni 10 dari jurnalis dan 10 dari umum. Selanjutnya, foto mereka akan dipamerkan pada 6-12 Juni 2011.
Selama di Pulau Komodo, mereka akan melakukan workshop dan praktik lapangan berupa field trip ke Pulau Komodo dan Pulau Rinca Kampung Modo. Selain itu, juga akan disediakan stan khusus yang diberi nama Destinasi Komodo. Stan ini akan membagikan informasi tentang seluk-beluk komodo itu sendiri.
"Ini masih dipersiapkan dulu semuanya. Kami juga mengundang menteri-menteri yang berkaitan untuk hadir. Salah satunya, Fadel Muhammad selaku Menteri Kelautan dan Perikanan. Rencananya nanti ada lomba foto bawah laut juga," ujar Zebi. 

Sumber : Kompas.com