Sejumlah nelayan di pesisir Teluk Lampung mengeluhkan kerusakan terumbu karang yang semakin parah hingga menurunkan tangkapan ikan mereka.
"Sekarang ini sangat sulit untuk mendapatkan ikan tangkapan. Kondisi ini disebabkan makin rusaknya terumbu karang yang ada di teluk ini," kata Tarudin (40), seorang nelayan di pesisir Desa Gubuk Sero, Kelurahan Kangkung, Kecamatan Telukbetung Selatan, Bandarlampung, Senin.
Ia mengatakan, kerusakan tersebut diakibatkan karena masih maraknya nelayan yang menangkap ikan dengan menggunakan bahan peledak dan pukat harimau.
Menurut dia, kerusakan terumbu karang membuat ikan yang berada di Teluk Lampung seperti "menghilang".
"Akibat rusaknya terumbu karang tersebut, pendapatan kami menurun hingga 50 persen, karena ikan-ikan sangat jarang dan sulit didapat," katanya.
Ia mengatakan banyak nelayan yang mencari ikan hingga ke daerah Laut Jawa bahkan sampai Laut Kalimantan karena sulitnya mendapatkan ikan di daerah Teluk Lampung.
Keluhan senada juga diungkapkan oleh Usup (27), Nelayan Desa Umbul Asem, Kecamatan Telukbetung Barat, Bandarlampung.
Ia menuturkan, akibat jauhnya tempat mencari ikan membuat dirinya harus mengeluarkan modal lebih banyak lagi.
"Biasanya modal kami hanya Rp2 juta-Rp2,5 juta untuk dua hari melaut, tetapi karena jauhnya lokasi tangkapan dan memakan waktu hingga seminggu, maka kami harus mengeluarkan modal sedikitnya Rp4 juta-Rp5 juta," jelas dia.
Ia mengatakan, untuk mensiasati modal tersebut terkadang nelayan menjual ikan tangkapannnya di daerah lain untuk mendapatkan modal kembali.
"Kami sering kahabisan modal di jalan sehingga kami harus menjual ikan ke daerah terdekat di luar Lampung, dan uangnya untuk membeli keperluan logistik agar kami dapat pulang ke rumah," kata dia.
Sejumlah nelayan berharap agar pemerintah dapat menindak tegas para nelayan yang mencari ikan dengan cara ilegal tersebut yang dapat merusak habitat laut, seperti terumbu karang yang menjadi rumah bagi sebagian ikan.
Diperkirakan lebih dari 18 persen terumbu karang di Teluk Lampung dan sekitarnya saat ini telah mati.
Dua tahun lalu, Pemprov Lampung menyebutkan antara empat hingga 28 persen terumbu karang di kawasan itu tertutup pasir, sementara 0,6 hingga 45 persennya pecah atau bentuk morfologisnya sudah tidak utuh lagi.
Kesulitan nelayan untuk mendapatkan ikan tangkapan berpengaruh pada naiknya harga ikan pada beberapa tempat pelelangan ikan (TPI) di Bandarlampung.
Sementara itu sejumlah agen juga mengeluhkan mahalnya harga ikan yang dibeli dari nelayan dengan cara lelang untuk memenuhi pasokan ke berbagai pedagang yang ada di Bandarlampung.
"Saya terpaksa membeli ikan dengan harga tinggi, daripada tidak ada stok untuk memasok pedagang," kata Gembor (45), salah seorang agen ikan di TPI Gudang Lelang, Bandarlampung.
Ia menjabarkan, di kalangan agen harga ikan tongkol Rp20 ribu/kilogram, ikan kembung sate Rp17 ribu/kilogram, ikan teri nasi Rp 15 ribu/kilogram, ikan simba Rp35 ribu/kilogram.
"Sekarang ini sangat sulit untuk mendapatkan ikan tangkapan. Kondisi ini disebabkan makin rusaknya terumbu karang yang ada di teluk ini," kata Tarudin (40), seorang nelayan di pesisir Desa Gubuk Sero, Kelurahan Kangkung, Kecamatan Telukbetung Selatan, Bandarlampung, Senin.
Ia mengatakan, kerusakan tersebut diakibatkan karena masih maraknya nelayan yang menangkap ikan dengan menggunakan bahan peledak dan pukat harimau.
Menurut dia, kerusakan terumbu karang membuat ikan yang berada di Teluk Lampung seperti "menghilang".
"Akibat rusaknya terumbu karang tersebut, pendapatan kami menurun hingga 50 persen, karena ikan-ikan sangat jarang dan sulit didapat," katanya.
Ia mengatakan banyak nelayan yang mencari ikan hingga ke daerah Laut Jawa bahkan sampai Laut Kalimantan karena sulitnya mendapatkan ikan di daerah Teluk Lampung.
Keluhan senada juga diungkapkan oleh Usup (27), Nelayan Desa Umbul Asem, Kecamatan Telukbetung Barat, Bandarlampung.
Ia menuturkan, akibat jauhnya tempat mencari ikan membuat dirinya harus mengeluarkan modal lebih banyak lagi.
"Biasanya modal kami hanya Rp2 juta-Rp2,5 juta untuk dua hari melaut, tetapi karena jauhnya lokasi tangkapan dan memakan waktu hingga seminggu, maka kami harus mengeluarkan modal sedikitnya Rp4 juta-Rp5 juta," jelas dia.
Ia mengatakan, untuk mensiasati modal tersebut terkadang nelayan menjual ikan tangkapannnya di daerah lain untuk mendapatkan modal kembali.
"Kami sering kahabisan modal di jalan sehingga kami harus menjual ikan ke daerah terdekat di luar Lampung, dan uangnya untuk membeli keperluan logistik agar kami dapat pulang ke rumah," kata dia.
Sejumlah nelayan berharap agar pemerintah dapat menindak tegas para nelayan yang mencari ikan dengan cara ilegal tersebut yang dapat merusak habitat laut, seperti terumbu karang yang menjadi rumah bagi sebagian ikan.
Diperkirakan lebih dari 18 persen terumbu karang di Teluk Lampung dan sekitarnya saat ini telah mati.
Dua tahun lalu, Pemprov Lampung menyebutkan antara empat hingga 28 persen terumbu karang di kawasan itu tertutup pasir, sementara 0,6 hingga 45 persennya pecah atau bentuk morfologisnya sudah tidak utuh lagi.
Kesulitan nelayan untuk mendapatkan ikan tangkapan berpengaruh pada naiknya harga ikan pada beberapa tempat pelelangan ikan (TPI) di Bandarlampung.
Sementara itu sejumlah agen juga mengeluhkan mahalnya harga ikan yang dibeli dari nelayan dengan cara lelang untuk memenuhi pasokan ke berbagai pedagang yang ada di Bandarlampung.
"Saya terpaksa membeli ikan dengan harga tinggi, daripada tidak ada stok untuk memasok pedagang," kata Gembor (45), salah seorang agen ikan di TPI Gudang Lelang, Bandarlampung.
Ia menjabarkan, di kalangan agen harga ikan tongkol Rp20 ribu/kilogram, ikan kembung sate Rp17 ribu/kilogram, ikan teri nasi Rp 15 ribu/kilogram, ikan simba Rp35 ribu/kilogram.
Sumber : Antaranews.com