Salah satu laboratorium di SMPN 273 Kampung Bali, Jakarta Pusat yang rubuh dan kini beratapkan langit, Rabu (26/1/2011).
Masalah sekolah rusak di jenjang SD dan SMP belum juga terpecahkan. Sebanyak 20,97 persen ruang kelas SD rusak, sedangkan di SMP sekitar 20,06 persen.
Sampai tahun 2011, ruang kelas SD yang rusak terdata 187.855 ruang dari total 895.761 ruang kelas. Di SMP, ada 39.554 ruang rusak dari 192.029 ruang kelas. Padahal, di era pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono-Jusuf Kalla ditargetkan, perbaikan sekolah rusak selesai tahun 2008.
Jusuf Kalla mengatakan, pemerintah mengurangi proyek pembangunan lain dan meningkatkan pendapatan negara demi membereskan masalah telantarnya siswa akibat ruang kelas ambruk (Kompas, 28/4/2005).
Pengamat pendidikan, Soedijarto, Selasa (29/3/2011) kemarin di Jakarta, mengatakan, pemerintah seharusnya menuntaskan persoalan mendasar di jenjang pendidikan dasar. Pemerintah berkewajiban memberikan pendidikan anak usia SD-SMP yang berkualitas.
"Bagaimana kita mau bicara pendidikan dasar bermutu. Sarana dan prasarana mendasar saja belum beres," kata Soedijarto.
Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR RI pekan lalu mengakui, sekolah rusak masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah yang belum beres. Dana yang dibutuhkan untuk merehabilitasi ruang kelas yang rusak Rp 17,36 triliun.
Namun, dana alokasi khusus (DAK) tahun ini hanya Rp 10 triliun. Alokasi DAK itu pun tak bisa digunakan untuk merehabilitasi. Pemerintah daerah penerima DAK memakainya untuk membangun perpustakaan dan pengadaan sarana peningkatan mutu.
Di DKI Jakarta, tahun ini tercatat 346 ruang kelas rusak. Ferdiansyah, anggota Komisi X DPR, mempertanyakan tanggung jawab pemerintah untuk menuntaskan hal-hal mendasar dalam pendidikan dasar, apalagi anggaran pendidikan nasional diklaim terus meningkat.
Sumber : Kompas Cetak