Minggu, 12 Juni 2011

Keragaman Burung Indonesia Hadapi Ancaman

Ilustrasi

Keragaman burung di Indonesia menghadapi ancaman atas makin banyaknya jenis burung yang terancam punah pada 2011 akibat habibat mereka mengalami kerusakan.

"Bila pada 2010 jumlahnya hanya 122 jenis maka 2011 bertambah menjadi 123 jenis," kata ketua konservasi burung Indonesia Dwi Mulyawati di Bogor, Sabtu.

Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia atau Burung Indonesia mencatat jumlah jenis burung yang terancam punah pada 2011 mengalami peningkatan.

Dwi merincikan jenis burung yang terancam punah adalah 18 jenis berstatus kritis (critically endangered/cr), 31 jenis genting (endgared/en) dan 74 jenis tergolong rentan (vulnerable/cr).

"Semua jenis tersebut menempatkan Indonesia masuk dalam daftar merah international Union for Conservation of Nature (IUCN)," kata Dwi.

Lebih lanjut Dwi mengatakan, burung yang mengalami peningkatan status adalah Gosong Sula (Megapodius bernateinii) yang beranjak dari "meningkat terancam punah" (Near Threatened/NT) ke posisi "rentan" (vulnerable/vu).

Menurut Dwi peningkatan status keterancaman burung yang termasuk dalam suku Megapodiidae ini didasari atas semakin berkurangnnya populasi mereka akibat habitat alaminya mengalami kerusakan.

Dwi mengatakan, menurut Jean-Christophe Vie, Deputi Direktor IUCN Global Species programme, semakin tingginya jumlah jenis burung yang terancam punah menunjukkan bahwa inisiasi konservasi harus dilakukan sesuai tempatnya.

"Sedangkan menurut Dr Stuart Butchart dari BirdLife`s Global Research and Indicators Coordinator berpendapat bahwa nasib burung-burung liar sangat bergantung dengan kondisi alam sebagai habitatnya," kata Dwi.

Dwi mengatakan, hutan merupakan habitat penting bagi kehidupan burung. Dari seluruh jenis burung terancam punah di Indonesia, lebih dari setengahnya tinggal di hutan sebagai habitat utama.

Taliabu Kepulauan Sula, misalnya. Konservasi hutan untuk lahan pertanian membuat gosong Sula mulai kehilangan habitat.

"Bersama telurnya juga, daging burung berukuran 35 cm ini masih menjadi primadona masyarakat untuk dikonsumsi. Akibanya, pertambahan populasi Gosong Sula menjadi terhambat," kata Dwi.

Gosong sula merupakan burung yanga hanya dapat ditemui di Kepulauan Banggai dan Sula, kawasan Wallacea," jelas Dwi.

Burung ini merupakan penghuni habitat hutan dataran rendah dan kawasan pantai. Biasanya ia berpasangan atau bila dalam kelompok jumlahnya mencapai lima ekor.

Burung berwarna coklat sangat tua ini memanfaatkan panas bumi saat mengerami telurnya, sebagaimana burung maleo senkawor (Macrocephalon maleo).

"Di alam, jumlahnya diperkirakan sekitar 1000 ekor," katanya.

Upaya perlindungan yang harus dilakukan, kata Dwi yakni perlu dilakukan dengan memprioritaskan pada Daerah Penting bagi Burung (DPB).

"Meski saat ini, tantangan yang dihadapi adalah tidak semua DPB berada di kawasan konservasi dan sebagian lagi tersebar di wilayah hutan alam produksi," kata Dwi.

Dwi menambahkan, Indonesia, sebagai pemilik hutan tropis terluas ke tiga di dunia, merupakan pusat keragaman hayati dunia mulai dari ekosistem, spesies flora dan fauna, hingga jenis burung. Dari total hampir 10.000 jenis burung yang ada di dunia sekitar 1.594 jenisnya terdapat di Indonesia.

Sumber : Antaranews.com

Pegunungan Meratus Dikhawatirkan Tambah Gundul, Rusak

Ilustrasi
Gunung Mulai Gundul


Sejumlah anggota Komisi III bidang pembangunan dan infrastruktur DPRD Kalimantan Selatan, diantaranya Riduansyah dan H Achmad Bisung khawatir, Pegunungan Meratus akan tambah gundul dan rusak.

Kekhawatiran anggota Komisi III DPRD Kalsel yang juga membidangi pertambangan dan energi serta lingkungan hidup tersebut, seiring dengan izin pinjam pakai kawasan hutan yang merupakan bagian Meratus, untuk pertambangan batu bara, demikian dilaporkan, Sabtu.

Izin pinjam pakai dari Kementerian Kehutanan (Kemenhut), yang oleh masyarakat setempat dianggap sebagai pembabatan hutan itu berada di wilayah Kabupaten Balangan, Kalsel seluas 3.000 hektare untuk penambangan batu bara.

Karenanya Riduansyah yang juga Ketua Fraksi Partai Bintang Reformasi (PBR) DPRD Kalsel menyesalkan atas pemberian izin pakai kawasan hutan tersebut dari Kemenhut, sebab yang akan merasakan dampak buruk pertambangan tersebut penduduk setempat.

"Semestinya sebelum mengeluarkan izin tersebut, pihak Kemenhut terlebih dahulu melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah (Pemda) setempat. Karena yang tahu pasti keadaan daerah adalah Pemda setempat," tuturnya.

Oleh sebab itu, jangan salahkan masyarakat Balangan, kalau mereka menggungat atau melakukan aksi perlawanan, lanjut wakil rakyat asal daerah pemilihan (dapil) V Kalsel yang meliputi Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Balangan dan Kabupaten Tabalong tersebut.

Pasalnya dalam rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinai (RTRWP) Kalsel, kawasan Meratus merupakan cagar alam dan atau hutan lindung, guna mencegah kemungkinan terjadi bencana alam berupa banjir, demikian Riduansyah.

Pendapat senada dari Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Kalsel, Achmad Bisung sembari menambahkan, kegiatan penambangan tersebut cenderung merusak lingkungan, yang pada gilirannya dapat menimbulkan bencana.

Oleh karenanya pula, anggota DPRD Kalsel dua periode dari Demokrat tersebut, berharap, Kemenhut meninjau kembali pemberian izin pinjam pakai kawasan hutan Balangan yang merupakan bagian dari Meratus itu, untuk usaha pertambangan.

"Sebab kawasan hutan Balangan dan Tabalong kini juga terancam rusak parah, akibat penambangan batu bara, dan dengan pemberian izin pinjam pakai tersebut, dikhawatirkan akan makin menambah parah kerusakan lingkungan," lanjutnya.

"Apalagi jika tak berkoordinasi dengan Pemda setempat, sebagaimana penuturan dari Dinas Kehutanan dan Pertambangan Balangan, sehingga sulit untuk melakukan pengawasan," demikian Bisung. 

Sumber : Antaranews.com

10 Ribu Pohon Ditanam di Lahan Kritis

Ilustrasi

Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, menanam 10 ribu pohon ketapang, cemara laut, trembesi, dan kayu apika di beberapa lahan kritis dan sepanjang pesisir pantai daerah itu.

"Kegiatan penghijauan mulai dari kecamatan paling ujung sampai ibu kota daerah ini untuk memperingati Hari Lingkungan Hidup serta mencegah dampak pemanasan global di daerah ini," kata Kepala Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kabupaten Mukomuko Risber di Mukomuko, Sabtu.

Ia mengatakan, untuk menanam sebanyak 10 ribu pohon itu, petugas KLH melibatkan perangkat desa dan masyarakat di pesisir pantai maupun wilayah yang berada di lahan kritis.

"Lokasi penananam dipusatkan di sepanjang pesisir pantai Kecamatan Air Rami, Kecamatan Air Dikit dan Kecamatan Kota Mukomuko, serta beberapa kecamatan yang berada di lahan kritis," urainya.

Selain itu pohon juga ditanam di sepanjang daerah aliran sungai yang kritis dan sempadan Danau Nibung yang sudah tidak memiliki pelindung lagi.

"Sebelumnya petugas KLH sudah melakukan survei lokasi yang menjadi sasaran dalam penanaman pohon," urainya.

Ia menerangkan, pohon tersebut juga digunakan oleh warga untuk ditanami di kantor desa, pekarangan rumah, sepanjang jalan yang berada di desa.

"Dengan 10 ribu pohon bantuan dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Bengkulu diharapkan bisa memberikan mamfaat untuk menggantikan pohon yang sudah ditebang oleh warga di daerah ini," urainya.

Ia menjalaskan, program penghijauan di beberapa lokasi kritis dan sepanjang pesisir pantai perlu ditingkatkan oleh warga setempat dengan bantuan bibit pohon dari pemerintah.

"Banyak manfaat yang bisa diperoleh dengan hijaunya daerah ini oleh pohon, pertama untuk mengurangi dampak pemanasan global serta memperlambat pengurangan daratan oleh abrasi pantai di daerah ini," katanya.

Sumber : Antaranews.com