Kamis, 31 Maret 2011

Kehati Akan Tanam 3.000 Bambu







Yayasan Kehati bekerja sama dengan Alstom Foundation, sebuah yayasan yang didirikan perusahaan listrik dari Perancis, akan menanam 3.000 bambu di sejumlah daerah aliran sungai. Hal itu dilakukan sebagai bentuk keprihatinan atas kurangnya penanaman bambu di negeri ini.

Nota kesepahaman antara Kehati dan Alstom ditandatangani di Yayasan Bambu Indonesia, Cibinong, Kabupaten Bogor, Kamis (13/1/2011).
Untuk diketahui, meski banyak manfaatnya, bambu selama ini lebih dianggap sebagai tanaman liar yang kurang dipedulikan. Kelestariannya juga kurang diperhatikan dengan penebangan yang tiada henti.
Padahal, sebenarnya bambu memiliki manfaat bagi ekosistem daerah aliran sungai (DAS) yang luar biasa. Rumpun bambu yang kuat bisa menjadi penangkal erosi dan banjir serta memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar DAS.
"(Kerja sama penanaman bambu) Ini sebagai wujud kepedulian kami terhadap keanekaragaman hayati di Indonesia dan juga wujud keikutsertaan menangani banjir di Jakarta," kata Ed Thiessen, Country Manager Alstom Indonesia, seusai penandatanganan nota kesepahaman.
Direktur Eksekutif Yayasan Kehati MS Sembiring dalam sambutannya menyatakan pihaknya mendukung kegiatan ini karena bambu merupakan tanaman yang serbaguna. Bambu, katanya, bisa menjadi rumah bagi organisme lain seperti burung. Bagi manusia, bambu bermanfaat sebagai bahan pangan dan bahan bangunan karena bisa sebagai pengganti kayu di hutan.
Dalam kerja sama ini, bambu yang ditanam terdiri dari lima jenis, yaitu bambu tali, bambu gombong, bambu bitung, bambu hitam, dan bambu haur koneng.
Penanaman akan dilakukan di tiga lokasi, yakni di bantaran Sungai Ciliwung, bantaran Sungai Pasanggrahan, dan bantaran Sungai Cisadane. Sebagai permulaan aksi, kemarin sudah ditanam 15 bambu di area Yayasan Bambu Indonesia yang berada di bantaran Sungai Ciliwung wilayah Cibinong.
Sembiring mengatakan, program penanaman bambu untuk konservasi DAS sangat strategis. "Pertumbuhannya yang cepat dapat membantu menyelamatkan daerah resapan air, khususnya bantaran sungai.
Selain penanaman bambu, terdapat juga program pelatihan pemanfaatan bambu, termasuk bagi perempuan. Diharapkan, masyarakat lebih mengenal fungsi bambu dari sisi ekologi, ekonomi, dan kebudayaan.
Sebanyak 1.250 jenis bambu tersebar di seluruh dunia. Dari 159 jenis yang terdapat di Indonesia, 88 jenis di antaranya merupakan spesies endemik dan 37 jenis sudah jarang ditemukan di wilayah Jawa Barat. 

Sumber : Kompas.Com

Jumlah Burung Migran Turun Drastis







Jumlah burung yang terbang dari belahan bumi utara ke selatan, mencari tempat berlindung saat musim dingin, berkurang drastis tahun ini. Para ahli mengatakan penyebabnya adalah menyempitnya lahan dan meningkatnya perburuan.

Meski terjadi cuaca dingin yang buruk di Eropa dan Asia, waterbird yang biasanya bermigrasi dalam kelompok besar menuju pulau-pulau tropis, tidak banyak terlihat tahun ini. Waterbird adalah hewan-hewan yang termasuk keluarga anatidae, yang serupa bebek, angsa, atau itik.
Dalam perjalanan panjangnya dari lingkaran Kutub Utara ke Australia, burung-burung ini biasanya singgah di Candaba, Filipina. Pada 1980-an, para pengamat burung biasanya melihat hingga 100.000 ekor hewan ini. Namun, menurut data Wild Bird Club Filipina, pekan lalu para pengamat hanya menghitung sekitar 8.725 ekor waterbird dan 41 spesies.
Northern Pintail (Anas acuta), common pochard (Aythya ferina) dan belibis bersayap hijau dilaporkan tidak terlihat dalam kerumunan yang bermigrasi tahun ini. Selain itu, hanya ada satu bebek berumbai yang terlihat.
Beberapa pengamat menyebut salah satu penyebab penurunan adalah karena perburuan. "Penting untuk segera membuat tempat aman yang dikelola dengan baik dan bebas perburuan di sepanjang jalur terbang migrasi burung," kata ornitologis (ahli burung) asal Denmark yang berbasis di Filipina, Arne Jensen.
"Ancaman utama adalah perburan," kata Presiden Wild Bird Club Filipina Michael Lu. Namun, Lu juga menyebutkan mengecilnya luasan rawa dalam 50 tahun terakhir seiring kawasan ini diubah menjadi daerah pertanian, sebagai salah satu penyebab. Rawa di daerah ini pernah mencapai luas 27.000 hektare. Tapi, kini hanya sebesar 77 hektare.
Selain itu, perkembangan industri juga memberi dampak negatif. "Jika Anda melihat pantai-pantai dari China, Korea Selatan, Jepang, Malaysia, Indonesia, Singapura, hingga Australia, Anda dapat melihat pembangunan ekonomi yang sangat cepat, terutama di China. Dalam pembangunan inilah, habitat rusak sebagai akibat populasi bergerak ke arah pantai. Pemukiman di pantai juga meningkatkan peluang burung-burung itu diburu," tutur Carlo Custodio, kepala pengelolaan pantai dan laut kementerian lingkungan Filipina. (National Geographic Indonesia/Raras Cahyafitri

 Sumber: Kompas.Com

Populasi Anoa Dikhawatirkan Kian Susut





Dua anoa lahir di Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua, Bogor. Anak anoa jantan diberi nama Yudi, lahir 13 April 2010. Anoa betina diberi nama Tuti, lahir 14 April 2010.

Populasi fauna endemik Pulau Sulawesi, anoa, saat ini dikhawatirkan kian susut akibat perambahan hutan dan perburuan di Sulawesi Tenggara, habitat terbesarnya. Satwa liar kategori langka itu kini diperkirakan berjumlah kurang dari 1.000 ekor saja.

Koordinator Teknis Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Tenggara Mila Rabiati mengatakan, saat ini sudah sangat sulit menemukan populasi anoa di enam wilayah hutan yang menjadi habitat hidupnya di Sultra, yakni Tanjung Amolengo, Tanjung Peropa, Buton Utara, Tanjung Batikolo, Lambusango, dan Mangolo.
Data terakhir yang menjadi pegangan BKSDA Sultra tentang perkiraan populasi anoa diperoleh dari hasil penelitian Abdul Haris Mustari, ahli satwa liar dari Institut Pertanian Bogor. Data tahun 1995 itu memperkirakan jumlah anoa di enam habitat di atas, dengan asumsi wilayah jelajah 76,25 hektar per ekor, maksimal tersisa 2.060 ekor.
"Jumlah itu sekarang kemungkinan besar makin berkurang. Diperkirakan hanya tinggal di bawah 1.000 ekor karena degradasi hutan dan perburuan," kata Mila saat ditemui di Kendari, Sultra, Rabu (9/2/2011). Degradasi hutan terjadi karena pembukaan hutan untuk perkebunan, permukiman, maupun penebangan liar. Perburuan anoa biasanya dilakukan untuk mengambil tanduknya sebagai hiasan.
Karena itu, Mila mengatakan, pada pertengahan tahun ini hingga 2015 pihaknya berencana mendata anoa, baik dari aspek jumlah maupun titik-titik keberadaannya. Pemetaan itu diperlukan untuk menyusun upaya konservasi agar anoa tidak punah.

Sumber : Kompas.Com

Mangrove Kalimantan Selatan Terancam






Penebangan pohon mangrove untuk keperluan bahan bangunan oleh masyarakat menjadi ancaman utama kerusakan mangrove di Kalimantan Selatan . Saat ini masih banyak masyarakat menebang pohon mangrove berdiameter di atas 30 sentimeter untuk dijadikan tiang dan papan rumah.

Menurut Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah Kalsel Rakhmadi Kurdi, Senin (21/2/2011) di Banjarmasin, kerusakan mangrove terjadi pada sejumlah titik di pesisir Kalimantan, baik di pulau besar maupun pulau-pulau kecil. Garis pantai Kalsel memanjang sejauh 500 kilometer dari Kabupaten Baritokuala hingga Kotabaru. Luas kawasan mangrove di Kalsel diperkirakan lebih dari 100.000 hektar dan tersebar di lima kabupaten, yakni Kotabaru, Tanahbambu, Tanahlaut, Banjar, dan Baritokuala.
Menurut Rakhmadi, penelitian secara menyeluruh tentang kerusakan mangrove di Kalsel belum ada. Namun, sejauh ini daerah-daerah yang mengalami kerusakan sudah bisa diketahui, antara lain di Aluh-aluh, Kabupaten Banjar dan Kualalapuk di Kabupaten Barito Kuala.
Rakhmadi juga menyoroti keberadaan pelabuhan khusus (pelsus) batubara dan kelapa sawit yang juga memiliki andil besar dalam perusakan mangrove. Tahun 2010 ada 10 pelsus batubara di dalam kawasan hutan dan konservasi yang ditutup karena merusak mangrove.
Kepala Bidang Rehabilitas Lahan dan Hutan Dinas Kehutanan Kalsel, Nafarin mengatakan, dibanding setahun lalu kerusakan mangrove di Kalsel saat ini makin meluas. "Memang ada sejumlah pelsus yang merusak. Kami juga sudah menanganinya," ujarnya.
Selain pelsus, kata Nafarin, kerusakan ini disebabkan oleh kebutuhan tambak ikan oleh masyarakat. Para pembuat tambak umumnya menebangi mangrove. Padahal, mereka bisa memelihara ikan di sela-sela tanaman mangrove. Kehancuran terbesar mangrove oleh aktivitas pembuatan tambak terjadi tahun 1980-an.  
Kerusakan mangrove di Kalsel juga belum diimbangi upaya penanaman kembali yang memadai. Kondisi antara lain terjadi di Pulau Kaget di tengah Sungai Barito, yang sejak 2008 baru ditanam sekitar 5.000 pohon. Padahal sekitar 50 persen atau 42 hektar dari total luas pulau yang mencapai 85 hektar itu, kini sudah menjadi areal pertanian. Sisanya masih berupa mangrove dan menjadi habitat sekitar 100 ekor bekantan.

Sumber : Kompas.Com

Populasi Ikan Kerapu Terancam Habis






Permintaan ikan kerapu dari luar negeri terus meningkat setiap tahun. Namun, populasi kerapu yang termasuk jenis ikan karang di perairan Indonesia terancam habis karena habitat mereka rusak akibat bom ikan, racun, dan limbah industri. Selain itu, ikan kerapu muda juga ikut dijual sehingga mata rantai perkembangbiakan terputus.

Oleh karena itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama organisasi lingkungan hidup World Wildlife Fund membahas kesepakatan pengelolaan niaga ikan karang dengan negara-negara anggota Asia Pasific Economic Cooperation (APEC). Pembahasan itu diawali dengan lokakarya yang diikuti 120 peserta dari 10 negara anggota APEC di Denpasar, Bali, 1-3 Maret 2011.  
Menurut Direktur Pemasaran Luar Negeri Kementerian Kelautan dan Perikanan Saut P Hutagalung, Selasa (1/3/2011) di Denpasar, permintaan ikan kerapu terbanyak berasal dari Hongkong, China, Taiwan, dan Korea. Permintaan itu terus meningkat setiap tahun sejak 1998.
"Nilai ekspor ikan kerapu Indonesia pada 2009 mencapai 58,7 juta dollar Amerika Serikat (AS) dengan volume sebanyak 78.000 ton . Pada 2010, ekspor meningkat menjadi 94 juta dollar AS dengan volume sebanyak 123.000 ton. Tahun ini bisa meningkat lagi 15 persen," kata Saut.
Namun, permintaan pasar yang tinggi itu menyebabkan penangkapan ikan karang secara besar-besaran terus dilakukan. Banyak nelayan yang menggunakan bom ikan atau racun sianida supaya memperoleh ikan lebih banyak. Akibatnya, habitat ikan karang rusak dan populasi mereka terancam.
Kerusakan habitat ikan kerapu itu sebagian besar terjadi di perairan Indonesia bagian barat dan tengah. Perairan bagian timur yang relatif masih bersih, kini perlahan mulai rusak.  
Produksi turun
Pemilik usaha ekspor ikan karang hidup, UD Pulau Mas, Heru Purnomo, mengatakan, meski permintaan pasar tinggi, kerusakan lingkungan itu menyebabkan produksi ikan kerapu rata-rata turun hingga 30 persen setiap tahun. "Sekali terumbu karang rusak, rehabilitasi bisa sampai lima tahun lebih," katanya.
Pada 2009, UD Pulau Mas yang memiliki 4.000 nelayan di beberapa wilayah perairan di Indonesia hanya memproduksi 300 ton ikan kerapu. Produksi pada 2010 turun menjadi 200 ton.
Saut mengatakan, Indonesia dan negara anggota APEC, khususnya importir ikan kerapu, sedang membahas penerapan aturan penangkapan dan penjualan ikan. Aturan itu akan membatasi bahwa hanya ikan kerapu dewasa saja yang boleh dijual. Hal ini dilakukan untuk menjaga populasi ikan.
Menurut Heru, aturan itu sudah diterapkan di perusahaannya. Ikan yang dijual adalah ikan dewasa yang berukuran di atas 600 gram. Nelayan yang tergabung di bawah UD Pulau Mas pun hanya boleh menangkap ikan dengan pancing dan kail yang berukuran besar.
Heru berharap aturan tersebut juga mencakup kualitas ikan. "Seharusnya ikan yang tubuhnya rusak akibat bom atau racun tidak boleh dijual atau diekspor supaya penggunaan bom ikan berkurang," katanya. 

Sumber : Kompas.Com

BKSDA Ringkus Penjual Kulit Harimau





Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Lampung Supriyanto (berbaju putih) memperlihatkan kulit-kulit harimau sitaan dan gading gajih hasil penindakan BKSDA dan Rhino Protection Unit (RPU), Jumat (4/3/11). 

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Lampung meringkus penjual kulit macan dan harimau di Bandar Lampung. Selain kulit-kulit harimau, petugas gabungan juga menyita perkakas dari gading gajah.
Kepala BKSDA Lampung Supriyanto dalam jumpa pers, Jumat (4/3/2011), mengatakan, para pelaku yang terdiri dari dua orang ditangkap pada Kamis (3/3/2011) malam saat hendak melakukan transaksi jual beli. Kedua pelaku berasal dari Kota Agung, Kabupaten Tanggamus.
Di Kabupaten Tanggamus ini terdapat kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yang juga menjadi habitat sejumlah hewan liar, termasuk harimau sumatera.
Supriyanto mengatakan, dari tangan pelaku disita lima buah perkakas dari gading gajah, dua tulang paus, sembilan lembar kulit harimau atau macan berukuran 13 x 13 cm, enam lembar kulit macan kumbang ukuran 18 x 15 cm, dan 70 lembar kulit harimau atau macan ukuran 5 x 7,5 cm.
"Ini (penangkapan) merupakan bagian dari komitmen kami untuk terus menertibkan peredaran satwa-satwa dilindungi, termasuk bagian-bagian (organ-organnya)," ujarnya. Penangkapan ini, ucapnya, merupakan hasil operasi gabungan dari BKSDA, polisi hutan, dan Rhino Protection Unit (RPU).
Menurut informasi, kulit-kulit, gading gajah, dan tulang ikan paus yang disita akan dibeli seorang penadah dari Bandar Lampung. Organ-organ satwa yang dilindungi ini, katanya, akan digunakan untuk jimat dan koleksi. 

Sumber : Kompas.Com

Spesies Puma Timur Dinyatakan Punah




Fish and Wildlife Service Amerika Serikat, Selasa (2/3/2011) secara resmi menyatakan bahwa hewan puma timur (Puma concolor couguar) telah punah di negara tersebut. Pernyataan ini dibuat 79 tahun setelah puma timur terakhir dijumpai di alam liar Amerika Serikat.

Puma timur adalah subspesies dari puma yang meliputi puma Florida dan puma barat. Jumlah subspesiesnya sendiri banyak, walau para biolog masih memperdebatkan jumlahnya. Puma disebut juga harimau kumbang, singa gunung, catamount, dan cougar.
Habitat puma timur dalam sejarah meliputi wilayah Amerika Serikat dan Kanada. Di antaranya Maine Selatan ke Georgia, Missouri barat hingga timur, Illinois Timur, Michigan dan Ontario, Quebec, dan New Brumswick.
Puma timur sebelumnya banyak dibunuh oleh imigran Eropa untuk melindungi diri dan ternaknya. Rekaman resmi akan puma timur terakhir adalah di Maine pada tahun 1938 dan di New Brunswick, Kanada tahun 1932.
Setelah masa itu, memang banyak puma dilihat di habitat puma timur. Namun, Fish and Wildlife Service AS mengatakan bahwa yang dijumpai sebenarnya adalah puma barat yang melakukan migrasi atau puma Amerika Latin piaraan yang dilepaskan ke alam liar.
Pada tahun 1982, upaya pemulihan habitat dan populasi puma timur pernah hendak dilakukan. Namun dengan pernyataan punahnya puma timur, Fish and Wildlife Service AS mengatakan bahwa status puma timur harus diubah dari "terancam punah" menjadi "punah". Upaya konservasi mandeg karena tidak dijumpai satu ekor pun lagi di habitatnya.
Beberapa kalangan meyakini puma timur masih eksis. Namun, sejauh ini tak ada bukti fisik yang kuat. Bukti fisik bisa berupa jejak, foto, rambut, kematian di jalan, sampel genetik, maupun yang dibunuh atau ditangkap manusia. Sejauh ini para biolog tak menemukan bukti fisik terkait puma timur.
"Biolog menguji 108 rekaman dari tahun 1900 sampai 2010 dengan level konfirmasi tingkat tinggi untuk membuktikannya sebagai Puma Timur. Setelahnya, terbukti bahwa semua adalah Puma yang dilepaskan dari penangkaran dan migrasi dari barat," ungkap lembaga itu dalam situs webnya. 

Sumber: Kompas.Com

Singa Terancam Punah 15 Tahun Lagi






Populasi singa sudah sangat kritis saat ini. Jika tidak ada upaya konservasi, singa akan benar-benar habis 15 tahun mendatang.

Pada tahun 1960, terdapat 400.000 singa yang hidup di alam liar. Tapi pada saat ini, tersisa hanya 20.000 ekor singa. Sebuah fakta yang menunjukkan adanya penurunan cukup besar--hingga 95 persen--bagi populasi singa.
Hal ini disampaikan oleh Dereck Joubert yang bersama dengan istrinya Beverly tinggal di tengah-tengah kehidupan rimba Botswana selama puluhan tahun. Pasangan ini merupakan penjelajah dan konservasionis yang biasa mengerjakan proyek dokumenter seputar lingkungan alam. Pada proyek terakhir, mereka mengikuti dan merekam kehidupan singa liar yang hidup di Delta Okavango, Botswana.
Film dokumenter berjudul "The Last Lions" ini menggambarkan perjuangan singa mempertahankan diri dan wilayah teritorinya dari pemangsa. Dokumenter juga menampilkan gambar-gambar dramatis, termasuk perkelahian buas antarsinga saat memperebutkan binatang buruan atau air, yang seringkali berakhir pada kematian salah satu pihak.
Mengutip perkataan Joubert, "Kecuali kita mulai mengupayakan pencegahan masalah ini dari sekarang, singa-singa akan punah dalam lima belas tahun ke depan." (National Geographic Indonesia/Gloria Samantha

Sumber : Kompas.Com

Terumbu Karang Teluk Tomini Makin Rusak






Kondisi terumbu karang di Teluk Tomini yang masuk dalam wilayah pantai selatan Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, semakin rusak. Kerusakan terumbu karang semakin parah akibat akitivitas pengeboman ikan. Warga berharap polisi meningkatkan patroli di wilayah perairan tersebut.

Berdasar catatan Sustainable Coastal Livelihoods and Management (Susclam), organisasi nirlaba yang bergerak di bidang pelestarian alam wilayah Teluk Tomini, tutupan terumbu karang di bawah 50 persen pada tahun 2004. Diperkirakan tutupan terumbu karang di wilayah perairan Kabupaten Pohuwato tersebut semakin menurun pada tahun ini. Pasalnya, pengeboman ikan di wilayah tersebut masih marak terjadi.
"Maraknya pengeboman ikan ini akibat faktor ekonomi masyarakat nelayan. Selain itu, penegakan hukum terhadap pelaku pengeboman ikan masih rendah," kata koordinator Susclam, Rahman Dako, Senin (7/3/2011) di Gorontalo.
Rahman menambahkan, kondisi tutupan terumbu karang di bawah 50 persen dikategorikan rusak. Kondisi lebih parah juga terjadi di perairan selatan Kabupaten Bolaang Mongondow,  Sulawesi Utara. Ada beberapa lokasi di perairan di sana yang tutupan terumbu karangnya kurang dari 30 persen atau rusak berat.
Anggota Komisi C DPRD Pohuwato, Ibrahim Hamzah mengatakan, pengeboman ikan sudah meresahkan nelayan lokal di Pohuwato. Selain membunuh benih ikan, pengeboman juga berdampak pada hancurnya terumbu karang di wilayah perairan tersebut. Padahal, terumbu karang menjadi sarang ikan berbagai jenis.
"Kami meminta agar polisi perairan meningkatkan operasi di wilayah kami. Sebab, pengeboman ikan sudah sangat meresahkan. Selain merusak benih, terumbu karang juga turut hancur," kata Ibrahim.

Sumber : Kompas.Com

Agar Puspa Rafflesia Tak Semakin Langka

Kuncup Rafflesia arnoldii terpantau siap mekar di titik tumbuhnya di hutan lindung Bukit Daun, Kepahiang, Bengkulu, Selasa (16/2). Kuncup itu aman karena dijaga dan diawasi oleh Tim Peduli Puspa Langka (TPPL). Sejak 2000 sampai saat ini TPPL sudah menjaga dan memelihara 21 titik tumbuh bunga langka berdiameter hingga satu meter di hutan lindung tersebut. Penjagaan dan pemeliharaan dilakukan karena saat ini habitat bunga raksasa itu semakin rusak. TPPL ingin bunga tersebut bisa berkembang baik sehingga bisa dilihat dan dinikmati setiap orang. 
  
Keberadaan puspa khas Bengkulu, bunga Rafflesia Arnoldi semakin terancam perambahan hutan oleh masyarakat. Bahkan, tidak jarang tangan-tangan jahil memangkas bunga bunga tersebut dari hutan.Hutan lindung yang menjadi habitat bunga rafflesia dikelola masyarakat menjadi hutan kemasyarakatan. Hutan tersebut di antaranya ditanami kemiri, petai, jengkol, dan pala.
Holidin dari Tim Peduli Puspa Langka (TPPL) Kepahiang, Bengkulu, Jumat (11/3/2011), mengatakan, habitat bunga rafflesia yang relatif masih terjaga saat ini ada di Hutan Lindung Bukit Daun register 5. Selama ini, hutan di register tersebut seluas sekitar empat hektar dijaga Tim Peduli Puspa Langka.
"Sejak kami sering mengawasi tumbuh kembang rafflesia di lokasi ini, perambah sepertinya takut masuk lebih jauh. Lokasi perambah terdekat paling juga 50 meter dari lokasi bunga rafflesia yang mekar sekarang," kata Holidin.
Kemarin, sebuah bunga Rafflesia Arnoldi berwarna jingga mekar sempurna. Bunga berdiameter 68 sentimeter itu telah mekar tiga hari. Keberadaannya yang hanya 300 meter dari Jalan Raya Bengkulu-Kepahiang menarik banyak pengunjung dari berbagai kalangan.
Dalam satu bulan ke depan, menurut Holidin, masih ada dua bunga rafflesia yang akan mekar. Satu bunga diperkirakan mekar dalam dua minggu dan bunga satunya diprediksi mekar sebulan lagi. Lokasi kedua bunga ini tidak jauh dari bunga yang mekar kemarin.
Salah seorang pengunjung, Parkatono (40), mengaku bangga dan terharu bisa melihat langsung bunga rafflesia. " Selama ini cuma melihat dari gambar saja. Tapi sekarang akhirnya bisa melihat langsung," katanya.
Parkatono yang hampir setiap hari melintas di Jalan Raya Bengkulu-Kepahiang mengangkut pasir dari Curup, Kabupaten Rejang Lebong itu berharap hutan habitat bunga rafflesia tidak dirusak. Apabila hutan sebagai habitat bunga rafflesia hancur bukan tidak mungkin bunga kebanggaan masyarakat Bengkulu ini akan punah.
Holidin berharap, pemerintah peduli terhadap bunga rafflesia dengan lebih serius melindungi hutan. " Kami telah berbuat untuk melestarikan bunga rafflesia. Kami berharap pemerintah serius mengelola hutan agar tidak dirambah masyarakat," ujarnya.
TPPL telah 10 tahun terakhir menangkarkan bunga rafflesia di lahan milik sendiri seluas tiga hektar. Sudah 200-an pohon berhasil mereka tangkarkan dan 23 di antaranya mekar sempurna.
Selain bunga rafflesia, TPPL juga menanam bunga bangkai (Amorphophallus sp). Hingga kini sudah empat jenis bunga bangkai yang berhasil ditanam TPPL.

Sumber : Kompas.Com

Rawa Pening 10 Tahun Lagi Jadi Daratan

Waduk Rawa Pening di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah 

Jika kondisi danau Rawa Pening di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, dibiarkan seperti sekarang, dalam  jangka waktu 10 tahun ke depan, danau alami itu segera menjadi daratan.

Karena itu, konservasi danau penyangga lingkungan itu harus dilakukan serius. Peneliti dari Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Diponegoro Semarang Tri Retnaningsih Soeprobowati mengungkapkan hal itu di Bandungan, Kabupaten Semarang, Jateng, Senin (14/3/2011).
Retnaningsih dalam rapat revitalisasi Rawa Pening yang diadakan Kementerian Lingkungan Hidup, menyebutkan, endapan di danau itu mencapai 270-880 kilogram per hari, atau 780 ton per tahun.
Padahal, hampir 70 persen dari danau seluas 2.500 hektar itu kini ditutupi tumbuhan air enceng. Volume air juga sudah berkurang hingga 30 persen. Belum lagi, pertumbuhan daratan apung yang setiap tahun bertambah lima persen.  
"Dengan kondisi demikian, pada tahun 2021, atau 10 tahun lagi, Rawa Pening diprediksi menjadi daratan. Jika tidak ingin hal itu terjadi, aksi harus dilakukan," ujar Retnaningsih.
Ia mengatakan, selama ini sudah banyak penelitian yang dilakukan mengenai Rawa Pening. Namun, tidak banyak yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan danau itu.
Danau yang volume airnya mencapai 65 juta meter kubik itu kini tercemar dengan laju endapan yang sangat tinggi. Padahal, Rawa Pening menjadi tumpuan irigasi pertanian di sekitarnya.
Saat ini saja, PLTA Jelok tidak lagi dapat memanfaatkan air danau sepanjang waktu karena volume air yang tinggi hanya pada waktu tertentu.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, Retnaningsih mengungkapkan, perlu ada rencana besar untuk mengonservasi danau tersebut. Terutama, mengendalikan populasi enceng gondok.
Ia mengusulkan, enceng gondok dijadikan sabuk hijau di pinggiran danau, dengan bagian tengah danau bersih dari enceng gondok. Dengan begitu, diharapkan, masalah sedimentasi dapat teratasi.
Pengurangan enceng gondok juga dapat dilakukan dengan alternativ lain, yaitu memberi biocontrol, seperti memberi ikan grass capr yang memakan enceng gondok.
Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Kabupaten Semarang A Hudaya mengatakan, Kabupaten Semarang saja tidak akan mampu mengatasi permasalahan Rawa Pening. "Ini sudah selayaknya menjadi perhatian pemerintah pusat," katanya.
Deputi III Pengendalian Kawasan Lingkungan dan Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup Arief Yuwono mengatakan, Rawa Pening masuk dalam 15 danau yang menjadi prioritas untuk dikonservasi. Upaya konservasi Rawa Pening diharapkan menjadi proyek percontohan bagi danau-danau lain di Indonesia.  
"Dari kasus Rawa Pening, kami akan bahas bagaimana cara penanganannya, siapa penanggung jawabnya, hingga dana yang dibutuhkan. Setelah itu, danau yang lain akan mengikuti," kata Arief.

Sumber : Kompas.Com

Terumbu Karang di Balikpapan Menyusut







Diperkirakan hanya tinggal 10 persen wilayah perairan Balikpapan Kalimantan Timur, yang panjang total pesisirnya 80 km, masih ada terumbu karangnya. Nelayan baru beberapa tahun terakhir ini menyadari pentingnya terumbu karang setelah mereka kian sulit menangkap ikan dan harus melaut semakin jauh.

Saat ini, terumbu karang hanya bisa dijumpai di pesisir wilayah Teritip (Balikpapan Timur) dan perairan sekitar Pulau Balang (Balikpapan Barat). Menurut penuturan para nelayan, hingga awal tahun 90-an, masih banyak terumbu karang sepanjang pesisir Balikpapan.
Namun, satu demi satu, terumbu diambil dan dirusak dengan bom maupun jaring pukat harimau. Menurut Darwis (39), nelayan di Pantai Manggar, Balikpapan Timur, dulu, ia dan kawan-kawannya beranggapan terumbu malah menggangu. Selain merusak jaring, terumbu karang yang tajam, dikhawatirkan merusak badan bawah kapal serta karamba milik nelayan.
Darwis yang sudah melaut sejak kecil ini, dulu sering mengambil terumbu dengan harapan makin leluasa menjaring ikan besar karena dasar pantai lebih lapang. "Ketika ikan mulai sulit didapat, barulah saya sadar. Terumbu karang sangat penting," kata Darwis, Selasa (15/3/2011).
Tahun 1990-an, para nelayan di Manggar dan pesisir Balikpapan, bisa mendapat banyak ikan hanya dengan melaut sejauh 1-2 mil. Namun sekarang 10 mil lebih. Menurut Kamarudin (30), nelayan lain di Manggar, akibatnya adalah, nelayan boros waktu tenaga, dan bahan bakar.
Walikota Balikpapan Imdaad Hamid menegaskan Pemkot harus menggencarkan upaya pemulihan terumbu karang. Perusahaan harus digandeng untuk bekerja sama. "Sekarang, nelayan sudah mulai sadar ketika ikan-ikan mulai hilang karena tidak ada terumbu. Tiga tahun terakhir ini, tidak ada lagi perusakan terumbu," kata Imdaad, saat menerima bantuan sejumlah terumbu karang dari PT Thiess Indonesia, di Pantai Manggar, kemarin.
Kepala Dinas Pertanian, Kelautan, dan Perikanan Kota Balikpapan Chaidar, mengutarakan, terumbu karang juga tak menggangu budidaya rumput laut nelayan. "Terumbu berada di kedalaman tiga meter, sedangkan rumput laut kan berada di permukaan," kata Chaidar.

Sumber : Kompas.Com

Potensi Air Tanah Kota Malang Menipis


Potensi air bawah tanah di Kota Malang, Jawa Timur, semakin menipis. Hingga kini peraturan daerah Kota Malang mengenai pengelolaan air belum mengatur pembatasan pengambilan air bawah tanah.Direktur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Malang Jemianto mengemukakan, dari tiga sumur bor milik PDAM di wilayah Tidar, satu di antaranya sudah mengering. Padahal, menurut Jemianto, sumur bor dengan kedalaman 120 meter tersebut baru berusia enam tahun.
Selain di Tidar, mengeringnya sumur bor juga terjadi di Kelurahan Baran Wonokoyo Kecamatan Kedungkandang Kota Malang yang sebelumnya dikelola swasta. "Kini mereka tidak lagi bisa mengelola sumur bor tersebut dan menyerahkan pengelolaannya kepada PDAM," kata Jemianto, Kamis (17/3/2011) di Malang.
Untuk mengantisipasi kian menipisnya air bawah tanah di Kota Malang, PDAM akan membuka dua sumber mata air baru di wilayah Kabupaten Malang, tahun 2012.
Pemkot Malang belum mengatur mengenai batas maksimal pengambilan air bawah tanah. Dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2006 tentang pengelolaan air tanah dan Perda Nomor 5 Tahun 2007 tentang retribusi perizinan pengelolaan air tanah hanya disebutkan mengenai ketentuan perizinan pengambilan air bawah tanah dan tata cara pengambilannya, misalnya dengan ketentuan diameter pipa yang dipakai. Diatur pula bahwa pengambilan air bagi konsumsi sehari-hari dengan kuantitas di bawah 100 meter kubik per bulan tidak diperlukan izin.
Kebijakan terbaru yang terkait adalah Perda Tahun 2010, lebih menekankan pada pajak pengambilan air bawah tanah yang semula dikelola provinsi, lalu dialihkan pengelolaannya pada pemerintah daerah.
Bagian Lingkungan Hidup Kota Malang mencatat, sepanjang tahun 2006-2008, pengambilan air bawah tanah mencapai 636.860 meter kubik per hari. Dalam rentang waktu itu, sedikitnya 105 institusi yang secara resmi mengambil air bawah tanah di Kota Malang. Rata-rata sejumlah perusahaan swasta dan hotel di Kota Malang mengambil air untuk berbagai kebutuhannya lebih dari 500 meter kubik per hari, bahkan mencapai puluhan ribu meter kubik per hari.
Anggota fraksi Partai Amanat Nasional DPRD Kota Malang Pujianto menilai, selama ini kontrol terhadap pengambilan air bawah tanah di Kota Malang masih lemah. Sehingga sulit mendeteksi seberapa jauh penggunaan air tanah di Kota Malang. "Akibatnya, penegakan hukum terhadap perusahaan yang mungkin mengambil air secara berlebihan juga sulit dilakukan," ujar Pujianto.
Koordinator Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jatim Simpul Malang, Purnawan D Negara mengatakan, seharusnya ada pembatasan terhadap kuantitas air tanah yang diambil. "Jika tidak ada pembatasan, dengan menggunakan teknologi canggih mereka bisa menjadi pihak yang paling diuntungkan. Sementara rakyat tanpa teknologi cenderung dirugikan karena akan terkalahkan," katanya.
Menurut Purnawan, masyarakat kurang menyadari bahwa air bawah tanah adalah sumber air yang terbentuk bukan dalam hitungan puluhan tahun namun hingga ratusan tahun.

Sumber : Kompas.Com

15 Tahun Lagi Danau Limboto Lenyap

Danau Limboto, di Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo, dilihat dari Benteng Otanaha, pada Kamis (24/2). Kedalaman danau menurun drastis dari 14 meter pada tahun 1932 menjadi tiga meter pada tahun ini. Revitalisasi danau mendesak dilakukan.
 
Diperkirakan dalam kurun waktu 15 tahun lagi Danau Limboto di Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo, akan lenyap. Penyebabnya adalah pendangkalan yang terus-menerus terjadi setiap tahun. Kini, kedalaman danau hanya 3 meter saja atau menurun dari 14 meter pada tahun 1932.
Kepala Bidang Lingkungan Hidup pada Balai Lingkungan Hidup, Riset, dan Teknologi Informasi Provinsi Gorontalo Rugaya Biki mengatakan hal itu, Kamis (3/3/2011) di Gorontalo. Luasan danau juga berkurang drastis dari 7.000 hektar pada tahun 1932 menjadi 3.000 hektar saja pada tahun ini. Penyebab terbesar pendangkalan adalah endapan lumpur yang masuk ke dalam danau.
”Jika tidak ada perlakuan terhadap danau tersebut, kami prediksikan 15 tahun lagi danau akan lenyap atau rata dengan permukaan darat. Padahal, danau ini sangat vital perannya sebagai tangkapan air hujan untuk mencegah banjir di Gorontalo,” kata Rugaya.
Rugaya mengatakan, pendangkalan danau dipengaruhi matinya sebagian besar sumber mata air 23 sungai dan anak sungai yang bermuara di Danau Limboto. Akibatnya, saat terjadi hujan tanah di dasar sungai tergerus hujan dan terbawa ke danau. Dari 23 sungai dan anak sungai itu, hanya tiga sungai yang masih normal.
Kepala Balai Lingkungan Hidup, Riset, dan Teknologi Informasi Provinsi Gorontalo Rauf A Hatu mengatakan, tanggung jawab pemulihan danau tidak semata-mata ada di tangan pemerintah, perlu keterlibatan masyarakat dan lembaga nonpemerintah yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan. Apalagi, pemulihan danau membutuhkan waktu yang panjang dan dana besar .  

Sumber : Kompas.Com
 
 

Terbang Ribuan Km untuk Jadi Santapan

Migrasi Burung
Seekor Elang yang tengah singgah di Semarang, tertangkap kamera aktivis Bird Watching Indonesia. Elang-elang ini melintas benua, menyeberang lautan tanpa perlindungan.  


Bulan Maret adalah waktunya "berburu" burung liar bagi sebagian warga Ambarawa. Yang mereka amati bukan sembarang burung, tapi burung-burung yang bermigrasi menghindari cuaca dingin di tempat asalnya, Jepang, Korea,China, Rusia, Kanada, bahkan Amerika.
Dalam pantauan Bird Watching Indonesia Semarang, biasanya burung-burung mulai bermigrasi bulan Oktober dan kembali ke daerah asal sekitar bulan Maret. Mereka bermigrasi bertahap. Karena beberapa jenis burung tidak mampu terbang jauh, mereka singgah di beberapa daerah untuk makan.
Menurut Baskoro Karyadi, koordinator Bird Watching Indonesia Semarang, kota Semarang dan beberapa pesisir Jawa Tengah merupakan daerah singgah burung-burung pelintas benua itu. Kebanyakan burung singgah untuk mencari makan saja, bukan daerah tujuan.
"Burung-burung itu terbang melintasi benua, menyeberangi lautan secara naluriah saja. Setiap tahun mereka melakukan hal yang sama. Dan celakanya, manusia menjadikan mereka sebagai incaran perburuan. Rusaknya lingkungan yang menyebabkan burung enggan mampir juga menjadi ancaman tersendiri, " kata Baskoro, Minggu (13/3/2011).
Bila dahulu beberapa burung terlihat mampir di Semarang, saat ini sudah sangat jarang dijumpai burung migran di kota itu. Bagaimana mereka mau mampir di Semarang? Laut dan sungainya sudah tercemar. Tidak ada persediaan ikan. Sawah dan hutan semakin sedikit, membuat burung hanya melewati Semarang menuju tempat lain.
Tahun ini komunitas pengamat burung Semarang mendata burung-burung air yang masih singgah di Semarang berasal dari Jepang, Australia, Rusia, dan China. "Biasanya para pengamat menangkap mereka lalu mengenakan cincin dan melepasnya kembali. Warna cincin yang melingkar di kaki burung menunjukkan asal burung itu. Seandainya tidak ada ancaman, mereka bisa berpopulasi di sini dan menguntungkan kita karena banyak burung langka ikut bermigrasi," kata Baskoro.
Indonesia sesungguhnya sudah meratifikasi aturan yang memberi konservasi kawasan. Apalagi Indonesia adalah salah satu negara yang menjadi tempat transit para penerbang lintas benua itu. "Isi konvensi tersebut adalah memberikan perlindungan terhadap kawasan yang dilintasi burung migran. Artinya, menjadi kewajiban pemerintah untuk mengawasi dan melindunginya. Tapi di lapangan, semua tidak berdaya," ujar Baskoro.
Selain mati karena ganasnya alam, banyak burung migran berakhir di piring menjadi santapan manusia. Beberapa penjual daging burung di Semarang bahkan mengaku masakan unggas ini banyak penggemarnya. Mereka rata-rata mengaku tidak tahu burung yang dijajakannya adalah burung dilindungi.
"Kami hanya mencari uang untuk menafkahi keluarga. Nyatanya, sejak tahun 2000 saya berjualan tidak ada yang melarang atau memperingatkan. Penjual iwak manuk seperti saya justru semakin banyak dan laris," kata Jasiman di warungnya, Jalan Madukoro Semarang.
Para pelanggan Jasiman juga tetap lahap menyantap daging burung goreng pesanannya, tanpa tahu kalau yang mereka santap bisa jadi sudah terbang ribuan kilometer dari Jepang atau Kanada atau negara lainnya yang belum pernah mereka kunjungi. 

Sumber. Kompas.Com

Ikan Hilang, Nelayan Kelabakan

 Ilustrasi

Ikan seperti menjauh dari pantai dan menghilang dari perairan di utara Pulau Jawa itu. Nelayan mengaku makin sulit mendapatkan ikan. Produktivitas ikan yang ditangkap nelayan pun menurun.
"Sebenarnya itu sudah terasa sejak tahun 2001, tapi baru 2004 itu sangat terasa." Rusjo, nelayan senior yang juga Ketua HNSI Pekalongan saat ditemui, Kamis (10/11/2011) hari ini.
Ia mengatakan, penurunan seperti saat ini belum pernah terjadi sebelumnya. Saat ini, kondisinya semakin terpuruk. "Tahun 2004, hasilnya setahun 53 ribu ton, senilai Rp 181 miliar di tempat lelang ikan. Kalau tahun ini produksinya cuma 18 ribu ton. Jadi turun sekali," ungkap Rusjo.
Rusjo mengatakan, salah satu sebab penurunan tersebut ialah menurunnya kesediaan ikan. "Tahun 2004 itu terasa sekali, sudah habis-habisan ikannya waktu itu," keluhnya.
Menurut Rusjo, untuk mendapatkan ikan saat ini, nelayan harus mencari ikan hingga ke perairan Sulawesi. Ini kontras dengan yang terjadi puluhan tahun lalu, di mana ikan mudah dijumpai di wilayah sekitar.
"Waktu tahun 70-an itu, kurang dari 3 mil kita sudah dapat ikan. Sekarang kan harus sampai Sulawesi. Itu bisa 4 bulan nelayan berlayar di laut baru kembali," papar Rusjo yang telah melaut sejak tahun 1970-an. "Tahun 70-an, kita melaut 1 hari bisa pulang. Kita dapat ikan layar, banyar dan gentong. Kalau masa kapat dalam kalender Jawa, ikan banyak sampai harga ikan jatuh, bisa Rp 25 per kilogram," lanjut Rusjo.
Rusjo menyetujui bahwa salah satu penyebab penurunan kesediaan ikan adalah eksploitasi yang berlebihan. Ia menyebut adanya penangkapan ikan yang sedang bertelur dan masih berukuran kecil.
Masalah Pengolahan
Sementara itu, R Eduard D, perwakilan Dinas Pertanian, Peternakan dan Kelautan Pekalongan, menyebut faktor lain menurunnya produksi ikan di Pekalongan adalah adanya jual beli ikan di tengah laut. Terjadinya hal ini terkait dengan lamanya waktu nelayan berada di laut.
"Di laut kan 4 bulan, itu kalau nggak dijual ikannya busuk. Selain itu karena waktunya lebih lama, nelayan juga perlu bahan bakar lebih untuk kapal, beras dan kebutuhan lain," papar Eduard.
Akibat banyaknya ikan yang dijual di laut, ikan yang dibawa nelayan ke Pekalongan sudah dalam bentuk ikan asin. Jumlah yang dibawa pun tak banyak sehingga aktivitas tempat pelelangan ikan di daerah ini sepi. Adanya perdagangan di tengah laut ini menjadi masalah dilematis.
"Kalau kita larang, bagaimana nelayan mampu menutupi biaya operasi yang bisa Rp 250 juta sekali operasi. Bagaimana mau beli bahan bakar dan beras," tukas Rusjo.
Untuk mengatasi masalah ini, menurut Rusjo, diperlukan pendidikan bagi para nelayan. Misalnya dengan memberikan pengertian agar nelayan mengerti pentingnya mengendalikan tangkapan ikan. Dipadu dengan pengembangan lain seperti membebaskan biaya tertentu yang meberatkan nelayan, harapannya perikanan Pekalongan kembali maju. Kesediaan ikan juga akan lebih bisa dikontrol.
Perlu dicatat, menurut Rusjo, Pekalongan pernah menjadi penghasil ikan tertinggi se-Asia Tenggara. Kini posisi Pekalongan adalah nomor 4 se-Indonesia. Nomor 1 kini diduduki oleh Pati. 

Sumber : Kompas.Com

136 Anak Meninggal Setiap Hari...







         Data Bank Dunia tahun 2008 menunjukkan, sebanyak 50.000 anak Indonesia meninggal dunia karena masalah sanitasi air dalam setahun. Itu berarti rata-rata ada 136 anak yang meninggal setiap hari karena tak terjaminnya kebutuhan air bersih.


         Pernyataan ini disampaikan Saiful Munir, Sekjen Lingkar Studi Aksi Demokrasi Indonesia (LS ADI), saat unjuk rasa peringatan Hari Air Sedunia di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa (22/3/2011).

          "Kebijakan yang keliru dari pihak pemerintah dalam menyediakan akses air bersih kepada masyarakat menyebabkan banyak anak menjadi korban," kata Saiful.

          Menurutnya, seharusnya pemerintah bertugas melaksanakan amanat konstitusi, khususnya Pasal 33 UUD 1945, yang mewajibkan pemerintah memanfaatkan kekayaan alam untuk kemakmuran rakyat. Itu artinya, pemerintah perlu mengupayakan air bersih gratis bagi rakyat. "Bukannya diprivatisasi sebagaimana terjadi saat ini," tambah Saiful.

         Muhammad Reza, Koordinator Advokasi Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA), menambahkan, laporan Millenium Development Goals (MDGs) yang dirilis Bappenas tahun 2010 mengungkapkan, hanya 47,71 persen rumah tangga yang memiliki akses terhadap air bersih yang layak.

           "Selain itu, hanya 51,19 persen rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi," tambah Reza. Hal ini, menurutnya, menunjukkan ada yang keliru dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam mengelola kekayaan negara yang menjadi hak masyarakat. 

Sumber : Kompas.Com

Hutan Indonesia dari Udara...

          
          Pemanasan suhu global akibat akumulasi gas rumah kaca, terutama karbon, telah menyebabkan perubahan iklim dan melelehnya es di kutub. Upaya pemantauan dilakukan dengan melihat potensi sumber peredamnya—hutan—dengan teknologi penginderaan jauh, menggunakan satelit dan pesawat terbang.

          Indonesia, negeri berhutan tropis terluas kedua di dunia, menjadi incaran banyak negara maju. Dengan potensi sumber daya alam itu, wilayah di khatulistiwa ini menjadi tumpuan dunia untuk menahan dan mereduksi emisi karbon—penyebab pemanasan suhu global.

           Namun, seberapa luas kawasan hutan di Indonesia hingga kini belum diketahui pasti karena sebagian besar wilayah di negeri kepulauan ini, terutama Kalimantan, kerap tertutup awan hasil penguapan perairan di sekitarnya.

          Indonesia tentu berkepentingan dengan kelestarian sumber daya hutannya karena gas karbon dioksida (CO2) yang teremisi dari wilayahnya terus meningkat. Kenaikannya diproyeksikan dari 1,72 gigaton (Gt) pada tahun 2000 menjadi 2.95 Gt pada 202O, dan bakal menanjak lagi jadi 3,6 Gt t ahun 2030.

         Kenaikan ini akan terjadi bila tak ada upaya menekan pelepasan gas karbon dan mengelola sumber karbon, terutama di sektor kehutanan.

         Bagi Indonesia, kenaikan emisi karbon dalam kurun waktu lama jelas mengkhawatirkan. Naiknya kandungan karbon—sebagai perangkap panas dari matahari di lingkungan atmosfer— menyebabkan suhu bumi meningkat. Dampaknya antara lain mencairnya es di kutub akan menambah volume air laut hingga menaikkan permukaan laut.

        Karena itu, negara pulau dan kepulauan, termasuk Indonesia, bakal terkena dampak signifikan dari proses tersebut, yaitu berkurangnya daratan di kawasan pesisir karena kenaikan permukaan laut.
Dengan program terpadu untuk melestarikan hutan, Indonesia berpotensi mengurangi emisi CO hingga 2.3 Gt pada tahun 2030 atau 4,5 persen dari yang diperlukan di tingkat global. Reduksinya bisa mencapai 50 persen atau 1,16 Gt.

         Lalu dengan melestarikan dan merehabilitasi kawasan gambut pengurangan karbon bisa mencapai 0,60 Gt (26 persen). Karena lahan gambut dan hutan merupakan sumber terbesar emisi CO2 di Indonesia, yaitu mencapai 45 persen.

Observasi bumi
          Upaya itu tentu memerlukan penguasaan teknologi observasi bumi dan pembangunan jejaringnya. Untuk memantau perubahan tutupan lahan, Indonesia memanfaatkan citra satelit Landsat milik Amerika Serikat.

           Namun, itu tidak cukup karena satelit optik ini tidak dapat melihat daerah yang tertutup awan. Karena itu, Indonesia diwakili Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menggandeng JAXA Jepang yang memiliki satelit ALOS (Advanced Land Observation Satellite) Palsar. Dengan sensor Radar (Radio Detection and Ranging) pada satelit yang diluncurkan tahun 2004 itu, daerah yang tertutup awan dapat terpantau.

            Pada tahun ini Lapan juga menjalin kerja sama dengan Lembaga Antariksa Inggris (United Kingdom Space Agency/UKSA). Penandatanganan kerja sama dilakukan 1 Februari oleh Kepala LAPAN Adi Sadewo Salatun dan Chief Executive UKSA David Williams.

           Kerja sama tersebut tidak sebatas memanfaatkan citra satelit Inggris, tetapi juga untuk meningkatkan kemampuan peneliti Lapan dalam pembuatan satelit Radar pada orbit ekuatorial. ”Ini merupakan terobosan karena selama ini satelit Radar hanya beredar di orbit polar,” kata Adi. Ia mengharapkan terjadi transfer teknologi pembuatan satelit Radar.

           Satelit orbit ekuatorial ini memiliki resolusi tinggi, yaitu hingga 3 meter, dan melintas wilayah Indonesia setiap 45 menit. Pengaplikasiannya ditujukan untuk mendukung program REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) dan mitigasi perubahan iklim, kata Bambang Tedja Sumantri, Deputi Bidang Sains, Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan Lapan.

         Observasi bumi dengan Satelit Radar antara lain juga untuk memantau ketahanan pangan melalui pemantauan kawasan penanaman padi.

         Dalam kerja sama itu, UKSA akan membantu Indonesia untuk memantau hutan dan lahan dengan menyediakan data satelit, keahlian, dan infrastruktur terkait. Dengan memantau kawasan hutan secara efektif dan akurat yang dibantu jaringan internasional, Indonesia diharapkan mampu membuktikan kepada dunia untuk memenuhi pengurangan emisi karbon melalui pemantauan kondisi permukaan bumi di wilayahnya.

         Perubahan iklim dapat berdampak besar bagi berbagai sektor kehidupan manusia. Karena itu, negara-negara maju melakukan berbagai langkah adaptasi dan mitigasi dampak perubahan iklim, dengan menggandeng negara berkembang.

          Kerja sama ini akan memberi efek bagi peningkatan kapasitas sumber daya manusia Indonesia. Hal ini terkait dengan program Lapan di bidang pengembangan satelit. Menurut Deputi Bidang Penginderaan Jauh Nur Hidayat, belum banyak pakar yang menguasai interpretasi data citra satelit Radar.
Selain kerja sama dengan Inggris dalam pembangunan satelit Radar yang diproyeksikan peluncurannya tahun 2014, kata Bambang, Lapan juga memiliki kemampuan membangun satelit mikro, yaitu satelit Lapan-Tubsat. Awal Februari ini, tepat empat tahun satelit ini beroperasi di atas wilayah Indonesia.

          Lapan kini mengembangkan tiga satelit eksperimental, yaitu Lapan-Orari dan Lapan A2 (disebut dengan Twin-Sat), serta Lapan-IPB. Satelit tersebut menurut rencana akan diluncurkan pada tahun 2014.
Pemanfaatan data SAR untuk orbit khatulistiwa ini memungkinkan terjalinnya kolaborasi dengan negara tropis lain, seperti Brasil dan Kongo, yang memiliki kawasan hutan yang luas serta untuk pemantauan ketahanan pangan dan kelautan.

         ”Sebagai wilayah yang memiliki hutan tropis terluas, banyak negara menaruh perhatian pada potensi hutan Indonesia untuk meredam perubahan iklim. SAR memungkinkan hal tersebut,” kata Bambang.
Penggunaan satelit Radar untuk memantau kawasan tropis pernah dirintis Indonesia bersama Belanda dengan menggelar program Tropical Earth Resource Satellite tahun 1982. Namun, rencana tersebut tidak berlanjut karena dinilai belum layak pada masa itu.

          Pemantauan hutan dengan sensor Radar juga dilakukan Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional) di Sumatera. Survei udara dengan pesawat terbang dilakukan di areal 300.000 kilometer persegi. 

Sumber : Kompas. Cetak, 
Oleh : Yuni Ikawati 

Tari Saman Sukses di Newcastle... Ayo Indonesia...!!

      Pertunjukan Tari Saman dari Aceh yang ditampilkan mahasiswa Indonesia tergabung dalam Indonesian Society (IndoSoc) berhasil menyihir sekitar 200 penonton memadati gedung Northern Stage, Newcastle University, di kota Newcastle, sekitar tiga jam dari London.

       Pentas seni ini merupakan bagian dari International Festival of Arts and Music "IFAM" diselenggarakan Union Society, Newcastle University, ujar Ketua PPI UK, Tara Hardika, dalam keterangannya yang diterima Antara London, Rabu.
        
         Dikatakannya tari saman dibawakan 12 mahasiswa Indonesia yang memamerkan kekompakan gerak tangan dan tubuh itu berhasil memukau mahasiswa dan masyarakat Newcastle, yang terletak di wilayah Midland Inggris.

         Atase Pendidikan KBRI London, Tubagus Ahmad Fauzi Soelaiman, khusus berkunjung ke Newcastle untuk memberikan dukungan kepada para mahasiswa Indonesia, ujarnya.
Dalam kesempatan itu Tubagus Ahmad Fauzi Soelaiman, menyatakan rasa bangganya melihat kegiatan IndoSoc yang melakukan promosi kegiatan budaya Indonesia di kota Newcastle.
Pertunjukan seni dalam Festival of Arts and Music yang merupakan acara tahunan, mahasiswa Indonesia yang tergabung dalam IndoSoc menampilkan pertunjukkan "The Adventure of Jacky Jones".
Petualangan Jacky Jones, mengisahkan petualangan lelaki Inggris yang terpesona dengan keindahan alam Indonesia dan kemudian jatuh cinta dengan seorang penari Belibis.
"The Adventure of Jacky Jones" dibuka dengan adegan pesta pernikahan adat Indonesia yang diiringi alunan lagu Manuk Dadali oleh tim angklung IndoSoc yang dipimpin Yandri Krisanto.
Suara angklung yang unik berhasil memukau penonton yang rata-rata belum pernah mengenal alat musik dari Jawa Barat ini.

          Pertunjukan seni ini dilanjutkan dengan tari Belibis yang dibawakan Putri Sari Suci, Cicillia Purnajaya dan Lavena dan diakhir dengan Tari Ngibing dari Betawi menutup keseluruhan penampilan mahasiswa-mahasiswi Indonesia di Newcastle.

           Ketua PPI UK, Tara Hardika, mengakui kerja sama mahasiswa-mahasiswi Indonesia dalam berlatih dan mempertunjukkan angklung dan tarian merupakan kegiatan melatih soft skill yang sangat dibutuhkan selain hard skill yang diperoleh di Universitas.

           Tara Hardika, yang juga memerankan Jacky Jones dalam pertunjukan ini, merasa bangga dapat memperkenalkan kekayaan seni dan budaya Indonesia ke masyarakat internasional di Newcastle.
Sementara itu Ketua PPI Newcastle, Grari Garisetya, mengatakan tujuan keikutsertaan Indosoc dalam kegiatan ini adalah untuk memberi citra positif tentang Indonesia di mata dunia internasional khususnya para mahasiswa dan masyarakat Newcastle.

           Pentas seni ini merupakan bagian dari International Festival of Arts and Music (IFAM) merupakan acara tahunan yang diselenggarakan Union Society, Newcastle University. Acara ini bertujuan menampilkan bakat seni dari para anggota perhimpunan mahasiswa yang ada di Newcastle University.

Sumber : Kompas.Com , ANT

Rabu, 30 Maret 2011

Soal Sekolah Rusak, Kita Keterlaluan....!!!




Salah satu laboratorium di SMPN 273 Kampung Bali, Jakarta Pusat yang rubuh dan kini beratapkan langit, Rabu (26/1/2011).


          Masalah sekolah rusak di jenjang SD dan SMP belum juga terpecahkan. Sebanyak 20,97 persen ruang kelas SD rusak, sedangkan di SMP sekitar 20,06 persen.


          Sampai tahun 2011, ruang kelas SD yang rusak terdata 187.855 ruang dari total 895.761 ruang kelas. Di SMP, ada 39.554 ruang rusak dari 192.029 ruang kelas. Padahal, di era pemerintahan Susilo Bambang

          Yudhoyono-Jusuf Kalla ditargetkan, perbaikan sekolah rusak selesai tahun 2008.
     Jusuf Kalla mengatakan, pemerintah mengurangi proyek pembangunan lain dan meningkatkan pendapatan negara demi membereskan masalah telantarnya siswa akibat ruang kelas ambruk (Kompas, 28/4/2005).

      Pengamat pendidikan, Soedijarto, Selasa (29/3/2011) kemarin di Jakarta, mengatakan, pemerintah seharusnya menuntaskan persoalan mendasar di jenjang pendidikan dasar. Pemerintah berkewajiban memberikan pendidikan anak usia SD-SMP yang berkualitas.

      "Bagaimana kita mau bicara pendidikan dasar bermutu. Sarana dan prasarana mendasar saja belum beres," kata Soedijarto.

       Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR RI pekan lalu mengakui, sekolah rusak masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah yang belum beres. Dana yang dibutuhkan untuk merehabilitasi ruang kelas yang rusak Rp 17,36 triliun.

       Namun, dana alokasi khusus (DAK) tahun ini hanya Rp 10 triliun. Alokasi DAK itu pun tak bisa digunakan untuk merehabilitasi. Pemerintah daerah penerima DAK memakainya untuk membangun perpustakaan dan pengadaan sarana peningkatan mutu.

       Di DKI Jakarta, tahun ini tercatat 346 ruang kelas rusak. Ferdiansyah, anggota Komisi X DPR, mempertanyakan tanggung jawab pemerintah untuk menuntaskan hal-hal mendasar dalam pendidikan dasar, apalagi anggaran pendidikan nasional diklaim terus meningkat.

 Sumber : Kompas Cetak

Makin Banyak Remaja Mati Muda... Kenapa...??





             Kasus kematian di kalangan usia remaja ternyata menunjukkan tren peningkatan akhir-akhir ini. Sebuah laporan global menyebutkan, kematian dini cenderung lebih banyak terjadi di kalangan remaja dan dewasa muda dibandingkan anak-anak.


            Riset yang dipublikasikan jurnal kesehatan The Lancet, yang mengoleksi data dari 50 negara—baik negara level kaya, menengah maupun miskin—selama kurun 50 tahun terakhir menunjukkan, angka mortalitas atau kematian secara umum mengalami penurunan. Tetapi, kasus kematian pada usia remaja tampak lebih menonjol dibanding anak-anak. Faktor-faktor seperti kekerasan, bunuh diri, dan kecelakaan lalu lintas diyakini sebagai penyebab utama.

Penyakit infeksi turun
       Riset juga menyebutkan bahwa rata-rata mortalitas di kalangan usia belia mengalami penurunan secara dramatis dalam kurun 50 tahun terakhir di seluruh dunia. Mortalitas pada anak-anak berusia 1-9 tahun menurun 80 persen sampai 93 persen. Hal ini dipicu oleh berkurangnya angka kematian akibat penyakit menular.

     Sementara itu, rata-rata mortalitas tak menunjukkan penurunan yang cepat di kalangan remaja dan dewasa muda. Pada remaja usia 15-24, mortalitas menurun 41 persen hingga 48 persen, lagi-lagi karena keberhasilan menekan penyakit infeksi.

     Namun, cedera, kekerasan, bunuh diri, dan kecelakaan lalu lintas muncul sebagai pembunuh utama remaja pria di seluruh negara, dan menjadi pembunuh utama perempuan muda di negara-negara kaya dan kawasan Eropa barat. Kematian akibat kekerasan juga menunjukkan peningkatan secara nyata, baik pada remaja pria maupun wanita.

      Hal ini berarti, meski secara keseluruhan mortalitas sudah menunjukkan penurunan, tetapi risiko kematian tertinggi kini telah bergeser dari anak-anak kepada remaja dan dewasa muda. Para peneliti mengklaim, pria remaja berusia 15-24 kini berisiko dua hingga tiga kali lipat mengalami kematian prematur ketimbang anak-anak berusia 1-4 tahun.

       "Gaya hidup modern lebih meracuni remaja dan orang muda. Kecelakaan lalu lintas terus meningkat, demikian pula dengan kekerasan dan bunuh diri yang kami lihat tak terjadi pada anak-anak. Anggapan bahwa masa muda merupakan masa paling sehat dari hidup kita tidak lagi benar adanya," kata penulis riset Dr Russell Viner dari University College London, Inggris.

        Walaupun begitu, peneliti menegaskan bahwa riset ini mungkin belum dapat menggambarkan kondisi secara umum di seluruh dunia. Pasalnya, penelitian ini tidak melibatkan negara-negara paling miskin di sub-Sahara Afrika mengingat tidak adanya data.
Selain itu, faktor variasi regional juga ikut memengaruhi. Peneliti mencatat peningkatan kasus bunuh diri yang terjadi di negara-negara era pascakomunis pada tahun 1990-an. Padahal, rata-rata kasus bunuh diri mulai menurun di negara-negara kaya dalam beberapa tahun terakhir.
Namun, Dr Viner mengatakan, tren yang awalnya tampak di negara-negara Barat kini sudah mulai terlihat di negara-negara berkembang, ketika urbanisasi membawa manfaat dan risiko bagi kalangan remaja.

        "Tampaknya pembangunan ekonomi, perpindahan menuju kota, meningkatkan urbanisasi, dan dislokasi sosial yang sebenarnya cukup meracuni para remaja dalam hal mortalitas," ujarnya.

Sumber : BBC

TKI Jember Tewas di Malaysia, Lagi..Lagi....

Kecelakaan Kerja
 
      Kismantio (28), tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Dusun Pucukan, Desa Sidmulyo, Kecamatan Semboro, Kabupaten Jember, Jawa Timur, tewas di tempat kerjanya di Malaysia.
 
         Jenazah Kismantio tiba di rumah duka, Rabu (30/3/2011) sekitar pukul 01.00 WIB, disambut isak tangis keluarga yang sudah berkumpul sejak beberapa jam sebelumnya.

          Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jember Ahmad Mufti mengatakan, Kismantio meninggal dunia pada Minggu (27/3/2011) lalu karena kecelakaan kerja di Malaysia.

         "TKI asal Desa Sidomulyo itu bekerja sebagai buruh bangunan di salah satu kontraktor di Malaysia, dan diduga meninggal dunia karena terjatuh saat yang bersangkutan bekerja," tuturnya.

         Kismantio berangkat ke Malaysia sekitar bulan Maret 2010, dengan proses penempatan mandiri atau perorangan sehingga tanpa melalui Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS).
      
         "Almarhum Kismantio berangkat ke Malaysia sendiri, setelah dihubungi oleh saudara sepupunya yang sudah bekerja lama di Malaysia," ucap aktivis buruh migran itu.
         
          Sesuai dengan aturan, lanjut dia, majikan yang mempekerjakan almarhum harus membayar gajinya selama yang bersangkutan bekerja dan seluruh barang milik korban kecelakaan kerja itu harus disampaikan kepada keluarga korban.

           "Sisa gaji yang belum terbayar harus diberikan kepada pihak keluarga korban. Biasanya TKI yang bekerja di luar negeri juga mendapat asuransi, apabila yang bersangkutan meninggal dunia," ujarnya menambahkan.
 
             Jenazah buruh migran Kismantio rencananya dimakamkan hari ini di tempat pemakaman umum (TPU) desa setempat. Almarhum meninggalkan seorang istri bernama Siti Kasiah dan seorang anak yang berusia tujuh tahun. 

Sumber: Kompas.Com

Selasa, 29 Maret 2011

Guru Batik dari Cirebon Indonesia...

Komarudin Kudiya 
 
 
Ia ibarat guru bagi siapa saja yang ingin belajar memulai usaha batik. Di sisi lain, batik dianggap sebagai media yang tepat membentuk identitas budaya, di samping membuka lapangan kerja baru.
Salah satu tempat untuk belajar membatik bagi mereka yang tidak memiliki tradisi pembuatan batik adalah Galeri Batik Komar Bandung milik Komarudin Kudiya (43). Kalangan masyarakat atau pemerintah daerah belajar selama tiga minggu di galeri batik milik Komarudin di Cigadung, Kota Bandung, Jawa Barat. Materinya mulai dari membuat desain, alat-alat membatik seperti cap tembaga, proses pembuatan batik cap dan batik tulis, hingga proses penjualan batik.
Bukan hanya dari Jawa, siswa antara lain berasal dari Banda Aceh, Deli Serdang, Pekanbaru, Jambi, Solok, Polewali Mandar, Lombok, Flores, hingga Jayapura. Selain membantu menciptakan beragam motif baru, ia juga diminta menghidupkan lagi motif batik yang dianggap punah.
Rekonstruksi teranyar adalah sembilan motif batik pajajaran dari Kabupaten Bandung dan empat motif dari Kabupaten Ciamis. Komar mengatakan, total motif batik pajajaran yang terdata sebanyak 37 motif, tetapi baru sembilan yang dikembangkan. Motif yang sudah dikembangkan antara lain ragen panganten, banyak ngantrang, hihinggulan rama, hihinggulan resi, hihinggulan ratu binokasih, hihinggulan nanoman, gaganjaran, dan kembang wijayakusuma.
Komar menjelaskan, motif bergambar tumbuhan dan hewan itu amat lekat dengan upacara adat dan kehidupan masyarakat Kerajaan Pajajaran. Motif ragen panganten, misalnya, digunakan dalam pernikahan Prabu Siliwangi dengan Ratu Ambet Kasih.
"Menjaga eksistensi batik bukan sekadar mengambil keuntungan dari pembuatan batik. Perajin batik juga harus bertanggung jawab menjaga batik sebagai identitas dan bagian budaya masyarakat Indonesia," ujar Komar.
Panggilan hati
Perannya sebagai "kamus batik" berjalan tidak datang begitu saja. Meski lahir dari keluarga perajin batik trusmi di Cirebon, ia sempat dilarang mendalami batik oleh orangtuanya. Alasannya, usaha batik tahun 1997— saat itu—sedang terpuruk dan seperti tidak punya masa depan. Banyak perajin batik di Cirebon merugi karena sepi transaksi. Namun, hanya dengan tekad ingin memajukan batik, ia nekat meninggalkan pekerjaan di bidang manajemen informasi dan teknologi di Jakarta.
"Panggilan membesarkan batik tidak bisa saya tolak. Mungkin karena sejak lahir di antara timbunan kain-kain batik dan bahan-bahan batik," katanya.
Sebagai pengusaha pemula, jalanan Jakarta mulai ia telusuri, dari Tebet hingga Pasar Tanah Abang. Dengan modal pinjaman dari pihak keluarga, ia tawarkan batik buatan keluarganya ke galeri batik dan toko busana. Pesanan tidak dilunasi, penipuan, dan sepinya order kerap ia alami. Namun, dalam keprihatinannya, ia selalu yakin batik pasti bisa menjadi tuan di rumahnya sendiri.
Titik terang ia dapatkan setelah menjuarai Lomba Cipta Selendang Batik Internasional di Yogyakarta tahun 1997. Faktor penentu kemenangannya adalah pembuatan model dan motif batik yang terbilang revolusioner karena menggunakan fasilitas komputer.
Hasilnya, dianggap lebih rapi, cepat, dan mampu menciptakan banyak desain baru. Dia pun lantas berpikir, inovasinya pasti akan membawa angin segar bila digarap serius.
"Perkiraan saya tidak meleset. Pembuatan model dan motif memakai komputer membuat pekerjaan lebih singkat sehingga memuaskan pelanggan. Pelanggan pun bertambah banyak," ujar Komar.
Dia pun sukses menggelar pameran batik di Malaysia, Jerman, dan Jepang. Sukses penambahan pelanggan memacunya untuk terus belajar. Ia memilih langsung terjun bersama istrinya untuk mengelola keuangan dan bahan baku. Ia mengaku tidak ingin aji mumpung saat menjalankan usaha.
"Strategi pasar yang selalu saya tempuh adalah rajin menjalin komunikasi dengan pelanggan. Dengan mengenal lebih dekat karakteristik pelanggan, saya bisa menawarkan produk yang sesuai dengan selera mereka," ujarnya.
Tidak sekadar belajar secara otodidak, Komar melengkapi dirinya dengan pengetahuan ilmiah lewat Program Strata 2 Magister Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung. Ia yakin, penambahan literatur akan membantunya menciptakan inovasi baru.
Hasilnya adalah kreasi baru pembuatan kain batik menggunakan kombinasi kain sutra dan serat bambu dengan variasi tenun songket. Ia juga menerapkan sistem registrasi, dokumentasi di setiap produk batik buatannya.
"Tujuannya, menjaga hak cipta, keaslian produk batik, dan daya jual batik," ujar Komar.
Dia pernah mencatatkan namanya dalam Museum Rekor Indonesia dan Guinness World Records setelah mendesain dan memproduksi batik sepanjang 446,6 meter dengan 402 motif dan 112 kombinasi warna, tahun 2005. Lewat pendekatan dan usaha kreatifnya, usahanya pun meroket. Dari berjualan keliling hingga mengontrak di berbagai tempat, kini Komar punya ruang pamer batik dan satu pusat pembuatan batik di Bandung.
Kini, ia mempekerjakan 200 orang di pusat pembuatan batik miliknya. Tenaga kerja itu mampu menghasilkan ratusan helai dengan omzet puluhan juta per bulan.
"Akan tetapi, kebanggaan bukan sekadar mendapatkan penghasilan ekonomi. Hati ini sangat bangga saat bisa menularkan kemampuan pembuatan batik kepada mereka yang sebelumnya buta tentang batik. Total, saya pernah melatih lebih dari 1.000 orang," katanya bangga.
Komar tidak ingin sendirian di jalur pengembangan batik yang tepat. Ia berharap semakin banyak perajin dan pengusaha batik yang mampu mengembangkan sayap usahanya. Dengan dukungan pemerintah, akan semakin banyak perajin dan pengusaha batik yang sejahtera dan membuat eksistensi produksi batik tetap terjaga.
"Jangan pernah puas dengan apa yang sudah didapatkan. Apa pun usahanya, dengan terus berimprovisasi pasti akan menghasilkan banyak hal baru," kata Komar.
Komarudin Kudiya
  • • Lahir: Cirebon, 28 Maret 1968
  • • Istri: Nuryanti Widya (31)
  • • Anak: - Putri Urfany Nadhiroh (18) - Nauval Mirrah Makareem (15) - Sekar Triagnia Hasya (9) - Revan Afqon Makareem (7)
  • • Pendidikan: - Diploma III Administrasi Negara Logistik Universitas Padjadjaran (1992) - Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unpad (2000) - Magister Strata 2 Jurusan Desain Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB (2003)
  • • Pengalaman: - Pendiri Paguyuban Sutra Parahyangan - Pendiri Induk Koperasi Sutra Alam Parahyangan - Pengurus Masyarakat Persutraan Alam Indonesia - Pengurus Yayasan Batik Indonesia - Ketua Harian Yayasan Batik Jawa Barat.
 

TKI Indonesia Dapat Penghargaan dari Jepang....

Suasana pengungsian warga negara Indonesia di Sekolah Republik Indonesia di Meguro, Tokyo, Senin (14/3). Terdapat 100 pengungsi dari Sendai dan tiga pengungsi dari Fukushima. Dua lokasi tersebut paling parah terdampak gempa dan tsunami. Mereka akan dipulangkan ke Indonesia, Selasa. 
 
 
      Pemerintah Jepang menyampaikan penghargaan kepada Rita Retnaningtyas, perawat Indonesia di rumah sakit Miyagi, yang berjasa menolong korban gempa dan tsunami di negeri itu.Penghargaan disampaikan Duta Besar Jepang untuk Indonesia Kojiro Shiojiri saat menghadiri pelatihan bahasa Jepang bagi 104 calon TKI perawat di Jakarta, Selasa (22/3/2011).

      "Kami atas nama Pemerintah Jepang menyampaikan terima kasih kepada BNP2TKI dan khususnya Rita Retnaningtyas yang ikut bersusah payah membantu warga Jepang yang terkena tsunami di Miyagi," kata Shiojiri.

     Rita Retnaningtyas (35) berasal dari Kelurahan Srondol Kulon, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang, Jawa Tengah.

        Rita bekerja sebagai perawat di Miyagi National Hospital sejak 2009, dikirim oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) melalui program kerja sama antarpemerintah RI dan Jepang.

           Shiojiri mengatakan, Rita bersama TKI perawat lain bersedia bertahan di daerah dekat gempa dan tsunami di Miyagi untuk melakukan pekerjaan sosial kemanusiaan yang mulia.

            Menurut dia, di lima prefektur (provinsi) sekitar gempa tsunami Jepang, yaitu Miyagi, Iwate, Aomori, Ibaraki, dan Fukushima terdapat 35 TKI perawat yang terdiri atas 11 TKI perawat pasien dan 24 TKI perawat jompo.

             Semua perawat di lima prefektur itu selamat dari bencana gempa, termasuk dari radiasi reaktor nuklir di Fukushima. Sebagian dari 35 TKI tersebut ada pula yang dievakuasi ke daerah yang jauh dari gempa dan radiasi reaktor nuklir, sedangkan beberapa orang seperti Rita justru masih bertahan di Miyagi sampai sekarang.
"Sekali lagi kami menyampaikan banyak terima kasih atas jasa dan bantuannya dalam menangani para korban," ujar Kojiro Shiojiri.

                Sementara itu, Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat mengatakan, Rita sejak peristiwa gempa dan tsunami di Jepang terus melakukan kontak dengan suaminya, Bambang Wagiman (35) maupun keluarganya di Semarang.

           "Rita mengatakan kepada keluarganya bahwa dirinya dan beberapa teman TKI nurse dan care worker dalam kondisi sehat dan masih tetap bekerja seperti biasanya di Miyagi," katanya.
TKI perawat di Jepang yang tersebar di 45 prefektur sebanyak 686 orang akan tetap menjalani program penempatannya hingga selesai.

             Para TKI itu ditempatkan sejak 2008-2010 untuk kontrak kerja selama tiga tahun dan memperoleh gaji 175.000 yen (TKI careworker) dan 119.000-200.000 yen (TKI nurse) per bulan di luar akomodasi yang disediakan Pemerintah Jepang.