Potensi air bawah tanah di Kota Malang, Jawa Timur, semakin menipis. Hingga kini peraturan daerah Kota Malang mengenai pengelolaan air belum mengatur pembatasan pengambilan air bawah tanah.Direktur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Malang Jemianto mengemukakan, dari tiga sumur bor milik PDAM di wilayah Tidar, satu di antaranya sudah mengering. Padahal, menurut Jemianto, sumur bor dengan kedalaman 120 meter tersebut baru berusia enam tahun.
Selain di Tidar, mengeringnya sumur bor juga terjadi di Kelurahan Baran Wonokoyo Kecamatan Kedungkandang Kota Malang yang sebelumnya dikelola swasta. "Kini mereka tidak lagi bisa mengelola sumur bor tersebut dan menyerahkan pengelolaannya kepada PDAM," kata Jemianto, Kamis (17/3/2011) di Malang.
Untuk mengantisipasi kian menipisnya air bawah tanah di Kota Malang, PDAM akan membuka dua sumber mata air baru di wilayah Kabupaten Malang, tahun 2012.
Pemkot Malang belum mengatur mengenai batas maksimal pengambilan air bawah tanah. Dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2006 tentang pengelolaan air tanah dan Perda Nomor 5 Tahun 2007 tentang retribusi perizinan pengelolaan air tanah hanya disebutkan mengenai ketentuan perizinan pengambilan air bawah tanah dan tata cara pengambilannya, misalnya dengan ketentuan diameter pipa yang dipakai. Diatur pula bahwa pengambilan air bagi konsumsi sehari-hari dengan kuantitas di bawah 100 meter kubik per bulan tidak diperlukan izin.
Kebijakan terbaru yang terkait adalah Perda Tahun 2010, lebih menekankan pada pajak pengambilan air bawah tanah yang semula dikelola provinsi, lalu dialihkan pengelolaannya pada pemerintah daerah.
Bagian Lingkungan Hidup Kota Malang mencatat, sepanjang tahun 2006-2008, pengambilan air bawah tanah mencapai 636.860 meter kubik per hari. Dalam rentang waktu itu, sedikitnya 105 institusi yang secara resmi mengambil air bawah tanah di Kota Malang. Rata-rata sejumlah perusahaan swasta dan hotel di Kota Malang mengambil air untuk berbagai kebutuhannya lebih dari 500 meter kubik per hari, bahkan mencapai puluhan ribu meter kubik per hari.
Anggota fraksi Partai Amanat Nasional DPRD Kota Malang Pujianto menilai, selama ini kontrol terhadap pengambilan air bawah tanah di Kota Malang masih lemah. Sehingga sulit mendeteksi seberapa jauh penggunaan air tanah di Kota Malang. "Akibatnya, penegakan hukum terhadap perusahaan yang mungkin mengambil air secara berlebihan juga sulit dilakukan," ujar Pujianto.
Koordinator Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jatim Simpul Malang, Purnawan D Negara mengatakan, seharusnya ada pembatasan terhadap kuantitas air tanah yang diambil. "Jika tidak ada pembatasan, dengan menggunakan teknologi canggih mereka bisa menjadi pihak yang paling diuntungkan. Sementara rakyat tanpa teknologi cenderung dirugikan karena akan terkalahkan," katanya.
Menurut Purnawan, masyarakat kurang menyadari bahwa air bawah tanah adalah sumber air yang terbentuk bukan dalam hitungan puluhan tahun namun hingga ratusan tahun.
Sumber : Kompas.Com
Selain di Tidar, mengeringnya sumur bor juga terjadi di Kelurahan Baran Wonokoyo Kecamatan Kedungkandang Kota Malang yang sebelumnya dikelola swasta. "Kini mereka tidak lagi bisa mengelola sumur bor tersebut dan menyerahkan pengelolaannya kepada PDAM," kata Jemianto, Kamis (17/3/2011) di Malang.
Untuk mengantisipasi kian menipisnya air bawah tanah di Kota Malang, PDAM akan membuka dua sumber mata air baru di wilayah Kabupaten Malang, tahun 2012.
Pemkot Malang belum mengatur mengenai batas maksimal pengambilan air bawah tanah. Dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2006 tentang pengelolaan air tanah dan Perda Nomor 5 Tahun 2007 tentang retribusi perizinan pengelolaan air tanah hanya disebutkan mengenai ketentuan perizinan pengambilan air bawah tanah dan tata cara pengambilannya, misalnya dengan ketentuan diameter pipa yang dipakai. Diatur pula bahwa pengambilan air bagi konsumsi sehari-hari dengan kuantitas di bawah 100 meter kubik per bulan tidak diperlukan izin.
Kebijakan terbaru yang terkait adalah Perda Tahun 2010, lebih menekankan pada pajak pengambilan air bawah tanah yang semula dikelola provinsi, lalu dialihkan pengelolaannya pada pemerintah daerah.
Bagian Lingkungan Hidup Kota Malang mencatat, sepanjang tahun 2006-2008, pengambilan air bawah tanah mencapai 636.860 meter kubik per hari. Dalam rentang waktu itu, sedikitnya 105 institusi yang secara resmi mengambil air bawah tanah di Kota Malang. Rata-rata sejumlah perusahaan swasta dan hotel di Kota Malang mengambil air untuk berbagai kebutuhannya lebih dari 500 meter kubik per hari, bahkan mencapai puluhan ribu meter kubik per hari.
Anggota fraksi Partai Amanat Nasional DPRD Kota Malang Pujianto menilai, selama ini kontrol terhadap pengambilan air bawah tanah di Kota Malang masih lemah. Sehingga sulit mendeteksi seberapa jauh penggunaan air tanah di Kota Malang. "Akibatnya, penegakan hukum terhadap perusahaan yang mungkin mengambil air secara berlebihan juga sulit dilakukan," ujar Pujianto.
Koordinator Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jatim Simpul Malang, Purnawan D Negara mengatakan, seharusnya ada pembatasan terhadap kuantitas air tanah yang diambil. "Jika tidak ada pembatasan, dengan menggunakan teknologi canggih mereka bisa menjadi pihak yang paling diuntungkan. Sementara rakyat tanpa teknologi cenderung dirugikan karena akan terkalahkan," katanya.
Menurut Purnawan, masyarakat kurang menyadari bahwa air bawah tanah adalah sumber air yang terbentuk bukan dalam hitungan puluhan tahun namun hingga ratusan tahun.
Sumber : Kompas.Com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar