Selasa, 10 Mei 2011

Koridor Habitat Gajah Dirambah


Habitat gajah yang berfungsi sebagai koridor antara Pusat Latihan Gajah (PLG) Seblat dan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) di Kabupaten Bengkulu Utara dirambah. Hal ini dapat menyebabkan tingginya konflik satwa, terutama gajah dengan manusia.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu Amon Zamora, Kamis (5/5/2011), mengatakan, sudah ada sekitar 500 keluarga yang menghuni koridor gajah tersebut. Sebagian koridor yang berupa hutan tersebut sudah ditanami kelapa sawit.
"Kami hanya bisa mengimbau perambah untuk keluar dari koridor itu sebab konflik antara satwa dan manusia di lokasi tersebut sangat mungkin terjadi," kata Amon.
Amon juga menyayangkan Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara yang tidak berbuat apa-apa terhadap perambahan di koridor gajah itu.
Apabila koridor gajah sudah sepenuhnya dikuasai perambah, habitat gajah semakin sempit, hanya di kawasan PLG Seblat yang seluas 6.865 hektar. Hal ini bisa menyebabkan seringnya konflik gajah dengan manusia terjadi, apalagi PLG Seblat sudah dikelilingi kebun sawit milik beberapa perusahaan swasta.
Selama ini koridor seluas lebih kurang 12.000 hektar itu merupakan jalur gajah dan satwa lainnya dari PLG Seblat, seperti harimau dan beruang madu, untuk mencari makan ke wilayah TNKS. Keberadaan permukiman di koridor itu tentu menjadi penghalang satwa tersebut ketika menuju TNKS.
Saat ini PLG Seblat masih berstatus hutan produksi dengan fungsi khusus. Hutan seluas 6.865 hektar itu merupakan habitat sekitar 70 gajah sumatera liar dan lebih kurang 18 gajah binaan.
Sebenarnya, sejak tahun 2004 BKSDA sudah mengusulkan peningkatan status PLG Seblat dari hutan produksi dengan fungsi khusus menjadi suaka margasatwa. Akan tetapi, upaya tersebut terganjal tiadanya rekomendasi dari Pemerintah Provinsi Bengkulu dan Kabupaten Bengkulu Utara. Adapun rekomendasi dari Pemerintah Kabupaten Muko Muko sudah sejak lama diberikan.
Koordinator PLG Seblat, Supartono, menambahkan, pada tahun 2008 Pemprov Bengkulu pernah memberikan rekomendasi, tetapi setahun kemudian rekomendasi tersebut dicabut. 
Kematian gajah
Tekanan yang besar terhadap habitat gajah di PLG Seblat selama ini meningkatkan risiko konflik gajah dengan manusia. Lingkungan hutan yang banyak berubah pun mengganggu kelangsungan hidup gajah sumatera di PLG Seblat.
Selama Maret 2011, misalnya, empat gajah liar dari PLG Seblat mati keracunan pupuk. Satu dari empat bangkai gajah tersebut ditemukan di Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis atau lokasi perkebunan sawit PT Sapta Buana (Alno Group).
Adapun tiga bangkai gajah lainnya ditemukan di areal hutan peruntukan lain seluas 500 hektar yang terletak antara PLG Seblat dan PT Sapta Buana tanggal 31 Maret 2011.
Profauna Bengkulu mencatat, kematian empat gajah tersebut menambah daftar gajah sumatera yang mati sejak 2004. Pada kurun 2004-2007 ada tujuh gajah yang mati. Kemudian pada tahun 2009 ada dua gajah yang mati. Setahun kemudian satu gajah mati lagi. Tahun ini, hingga bulan Maret telah empat gajah yang mati.

Sumber : Kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar