Informasi minim dan ketiadaan pengaturan penangkapan ikan yang baik membuat sumber daya hayati laut di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, terancam. Bertahun-tahun, ikan belum dewasa atau juvenile ditangkapi. Kini, nelayan beralih ke budidaya rumput laut.
Tahun 2007-2010 warga bersama Operation Wallacea Trust mengecek perikanan Wakatobi. Hasilnya, 80 persen tangkapan ikan belum dewasa. Bahkan, 100 persen tangkapan ikan kakatua merah belum dewasa.
Tangkapan teripang menurun kualitasnya. Beberapa tahun lalu teripang super berisi tiga ekor per kilogram. Kini, 150 ekor per kg. Lokasi penangkapan pun makin jauh ke luar pulau."Ternyata cara kami salah dan harus diubah. Kami orang pulau bergantung pada sumber daya laut. Kalau laut habis, habis pula kami," kata Ketua Forum Kaledupa Taudani (Forkani) La Beloro di Kaledupa Wakatobi, Kamis (5/5/2011).
Koordinator Program WWF, Sugiyanta, menjelaskan, penangkapan juvenile berpotensi menimbulkan kelangkaan ikan karena ikan ditangkap sebelum sempat bertelur. ”Seharusnya, beri kesempatan ikan untuk bertelur sekali dalam hidup,” katanya.
Penangkapan ikan juvenile karena nelayan sulit menangkap ikan dewasa di perairan setempat. Penangkapan dan permintaan ikan berlebihan membuat jumlah tangkapan tak terkontrol. Kondisi itu gambaran umum perikanan tangkap di Wakatobi.
Rumput laut
Kini, nelayan Kaledupa mulai budidaya rumput laut yang dikenalkan tahun 1990-an. Mereka swadaya memasang tali apung dan dasar untuk menebar benih rumput laut di sekitar pulau. Di Kaledupa dan Derawa, tali-tali apung tersebar hingga 1 kilometer dari garis pantai.
Menurut Kepala Bidang Pengembangan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi Bahrul Haer, pihaknya berusaha mengatur perikanan tangkap setempat agar ramah lingkungan. Untuk menghindari penangkapan ikan juvenile, nelayan diminta tak memakai mata jaring berukuran di bawah 1 inci. "Kami sarankan minimal 2 inci. Pelaksanaannya kembali ke masyarakat. Kami sulit mengawasi nelayan satu per satu," ujarnya.
Kabupaten Wakatobi seluas 1,39 juta hektar ada di kawasan Taman Nasional Laut Wakatobi. Pemerintah daerah mendorong budidaya rumput laut karena permintaannya sangat menjanjikan dan lebih ramah lingkungan. Setiap tahun ratusan ton rumput laut kering dijual ke Kabupaten Bau-bau seharga Rp 9.000 per kg.Sumber : Kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar