Ilustrasi Hutan
Kementerian Kehutanan Republik Indonesia dan Badan Kerja Sama Internasional Korea menggelar lokakarya untuk mematangkan program uji coba pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, sebagai bagian dari program kehutanan sosial yang mulai dicanangkan tahun ini.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Hj. Hartina, di Mataram, Senin, mengatakan, lokakarya itu akan berlangsung di Hotel Sentosa, kawasan wisata Senggigi, Kabupaten Lombok Barat, Selasa (21/6).
"Pejabat terkait dari Kementerian Kehutanan RI dan Badan Kerja Sama Internasional Korea atau Korea International Cooperation Agency (KOICA) akan membahas cara efektif untuk melaksanakan program pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan," ujarnya.
Hartina mengatakan, Kementerian Kehutanan (Kemhut) RI dan KOICA sudah menjalin kerja sama bidang kehutanan yang dikenal dengan Aforestasi dan Reforestasi (A/R) melalui mekanisme Mekanisme Pembangunan Bersih atau Clean Development Mechanism (CDM), sejak beberapa tahun lalu.
Program A/R dengan mekanisme pendanaan CDM itu mengarah kepada pengembangan kawasan hutan kemasyarakatan, yang akan diimplementasikan melalui mekanisme pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan di negara-negara berkembang atau Reducing Emission from Deforestation and Degradation in Developing Countries (REDD) plus.
Awalnya menggunakan mekanisme REDD namun dianggap kurang sempurna karena deforestasi dan degradasi hutan memang mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) tetapi tidak meningkatkan kemampuan hutan itu sendiri untuk melakukan sekuestrasi atau penyerapan karbon.
Oleh karena itu muncullah mekanisme REDD-plus yang bukan hanya memberikan insentif untuk pengurangan deforestasi dan degradasi hutan, tetapi juga peningkatan penyerapan karbon melalu konservasi, pengelolaan hutan lestari dan peningkatan cadangan-cadangan karbon hutan di negara-negara berkembang.
Diyakini emisi karbodioksisa (CO2) dari deforestasi mencapai 20 persen, dan untuk mengurangi emisi, upaya utamanya yakni CDM, teknologi hijau, konservasi hutan, aforestasi dan reforestasi, serta REDD plus.
"Tahun ini ada dua lokasi di wilayah NTB yang menjadi tempat uji coba pengurangan emisi seperti dikehendaki negara-negara berkembang. Itu yang mau dibahas pemantapan pelaksanaannya dalam lokakarya," ujarnya.
Hartina menyebut kedua kawasan hutan kemasyarakatan yang menjadi sasaran program REDD plus itu yakni Aiberik, Kecamatan Batu Kliang, Kabupaten Lombok Tengah, dan lokasi A/R-CDM di Sekaroh, Kabupaten Lombok Timur.
Menurut dia, Pemerintah Indonesia dan KOICA akan memberdayakan kawasan hutan seluas 5.000 hektar di dua lokasi uji coba program REDD plus itu, untuk menghasilkan upaya pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan.
"Nanti, lahan di lokasi proyek kerja sama Indonesia-KOICA yang akan dimanfaatkan seluas 3.300 hektar karena di sana belum ada penanaman pohon. Sisanya sekitar 1.700 hektar berlokasi di Aiberik karena sudah ada penanaman pohon," ujarnya.
Upaya nyata yang akan dilakukan dalam "pilot project" REDD plus itu yakni meningkatkan penanaman pohon sekaligus mencegah agar tidak ada penebangan pohon sama sekali.
"Itulah program REDD plus, ada pengayaan tanaman, namun tidak boleh ada penebangan. Lahan hutan yang masih kosong terus ditanami, dan yang berat itu yakni tidak boleh terjadi penebangan," ujarnya.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Hj. Hartina, di Mataram, Senin, mengatakan, lokakarya itu akan berlangsung di Hotel Sentosa, kawasan wisata Senggigi, Kabupaten Lombok Barat, Selasa (21/6).
"Pejabat terkait dari Kementerian Kehutanan RI dan Badan Kerja Sama Internasional Korea atau Korea International Cooperation Agency (KOICA) akan membahas cara efektif untuk melaksanakan program pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan," ujarnya.
Hartina mengatakan, Kementerian Kehutanan (Kemhut) RI dan KOICA sudah menjalin kerja sama bidang kehutanan yang dikenal dengan Aforestasi dan Reforestasi (A/R) melalui mekanisme Mekanisme Pembangunan Bersih atau Clean Development Mechanism (CDM), sejak beberapa tahun lalu.
Program A/R dengan mekanisme pendanaan CDM itu mengarah kepada pengembangan kawasan hutan kemasyarakatan, yang akan diimplementasikan melalui mekanisme pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan di negara-negara berkembang atau Reducing Emission from Deforestation and Degradation in Developing Countries (REDD) plus.
Awalnya menggunakan mekanisme REDD namun dianggap kurang sempurna karena deforestasi dan degradasi hutan memang mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) tetapi tidak meningkatkan kemampuan hutan itu sendiri untuk melakukan sekuestrasi atau penyerapan karbon.
Oleh karena itu muncullah mekanisme REDD-plus yang bukan hanya memberikan insentif untuk pengurangan deforestasi dan degradasi hutan, tetapi juga peningkatan penyerapan karbon melalu konservasi, pengelolaan hutan lestari dan peningkatan cadangan-cadangan karbon hutan di negara-negara berkembang.
Diyakini emisi karbodioksisa (CO2) dari deforestasi mencapai 20 persen, dan untuk mengurangi emisi, upaya utamanya yakni CDM, teknologi hijau, konservasi hutan, aforestasi dan reforestasi, serta REDD plus.
"Tahun ini ada dua lokasi di wilayah NTB yang menjadi tempat uji coba pengurangan emisi seperti dikehendaki negara-negara berkembang. Itu yang mau dibahas pemantapan pelaksanaannya dalam lokakarya," ujarnya.
Hartina menyebut kedua kawasan hutan kemasyarakatan yang menjadi sasaran program REDD plus itu yakni Aiberik, Kecamatan Batu Kliang, Kabupaten Lombok Tengah, dan lokasi A/R-CDM di Sekaroh, Kabupaten Lombok Timur.
Menurut dia, Pemerintah Indonesia dan KOICA akan memberdayakan kawasan hutan seluas 5.000 hektar di dua lokasi uji coba program REDD plus itu, untuk menghasilkan upaya pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan.
"Nanti, lahan di lokasi proyek kerja sama Indonesia-KOICA yang akan dimanfaatkan seluas 3.300 hektar karena di sana belum ada penanaman pohon. Sisanya sekitar 1.700 hektar berlokasi di Aiberik karena sudah ada penanaman pohon," ujarnya.
Upaya nyata yang akan dilakukan dalam "pilot project" REDD plus itu yakni meningkatkan penanaman pohon sekaligus mencegah agar tidak ada penebangan pohon sama sekali.
"Itulah program REDD plus, ada pengayaan tanaman, namun tidak boleh ada penebangan. Lahan hutan yang masih kosong terus ditanami, dan yang berat itu yakni tidak boleh terjadi penebangan," ujarnya.
Sumber : Antaranews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar